Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan lahan yang terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mencapai 267 ribu hektare per 2 Oktober.
“Perkiraan saya dengan situasi September dan Oktober kelihatannya masih akan bertambah,” ungkap Siti usai melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (3/10).
Dia menjelaskan titik panas atau hotspot yang 80 persen berpeluang menjadi titik api atau fire spot mencapai 6.659 titik per 2 Oktober. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya terdapat 1.128 hotspot.
Meski begitu, angka hotspot ini sudah jauh berkurang dibandingkan dengan angka pada 2015 dan 2019 yang masing-masing mencapai 71.000 dan 29.300 hotspot.
Pemerintah pun telah mengambil berbagai langkah untuk menangani karhutla, mulai dari teknologi modifikasi cuaca (TMC), dan pemadaman api karena musim kemarau atau El-Nino yang diprediksi akan lebih panjang. Selain itu, langkah penegakan hukum juga telah dilakukan. Pemerintah, kata Siti, telah menyegel puluhan perusahaan yang terbukti menyebabkan karhutla tersebut.
“Dilaporkan juga oleh Pak Kapolri penegakan hukum, sudah ada penetapan tersangka dan lain-lain. Dari KLHK sendiri, sudah ada 144 perusahaan yang mendapatkan peringatan, dan sudah ada 23 perusahaan yang disegel pada areal yang terbakarnya, antara lain di Kalbar, Kalteng dan Sumsel, dengan PMA (penanaman modal asing) yang berasal dari Singapura juga ada, Malaysia juga ada,” jelasnya.
Dalam kesempatan ini, Siti pun membantah adanya transboundary haze (kabut asap lintas batas) ke negeri tetangga Malaysia, meskipun diakuinya potensi tersebut tetap ada.
“Kalau dari peluang angin, ada potensi untuk nyebrang tetapi belum nyeberang, mudah-mudahan tidak nyeberang. Sejauh ini tidak ada transboundary haze ke Malaysia. Jadi kalau dibilang di Malaysia tidak ada hot spot, kalau lihat datanya dari citra satelit di sana juga ada,” tambahnya.
BACA JUGA: Malaysia Tuding Indonesia Sebagai Penyebab Kabut Asap dan Polusi UdaraNovember Diperkirakan Hujan
Dalam kesempatan yang sama Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, sesuai dengan hasil prediksi bahwa puncak El-Nino terjadi pada September. Meski begitu, berdasarkan data dari satelit, El-Nino masih akan bertahan hingga akhir Oktober. Dengan begitu, diperkirakan hujan akan mulai turun pada November mendatang.
“November mulai terjadi transisi dari kemarau ke musim hujan. Jadi sebenarnya El-Nino masih akan berlangsung diprediksi moderat sampai akhir tahun dan melemah di Februari-Maret dan berakhir di Maret, artinya masih cukup panjang,” kata Dwikorita.
Meski begitu, dikarenakanya adanya angin monsoon dari arah Asia maka hujan diprediksi akan mulai masuk pada November, sehingga pengaruh El-Nino perlahan akan mulai berkurang.
“Dan untuk itu, masyarakat dimohon selama Oktober kondisinya masih kering, maka tidak dibakar pun bisa terbakar. Jadi jangan mencoba-coba untuk atau dengan sengaja atau tidak sengaja untuk mengakibatkan nyala api, karena pemadaman akan sulit untuk dilakukan,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengungkapkan sejauh ini pihaknya telah melakukan berbagai upaya guna memadamkan karhutla ini.
Suharyanto menyampaikan bahwa dari sisi operasi udara pihaknya telah mengerahkan 35 helikopter yang terdiri dari 13 helikopter patroli, dan 22 helikopter water bombing yang diarahkan untuk memadamkah karhutla di enam provinsi prioritas, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Riau dan Jambi.
Selain itu, BNPB kata Suharyanto, juga telah melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
“Kemudian untuk TMC, per hari ini (3 Oktober) BNPB sudah melaksanakan 244 kali dengan jumlah garam yang sudah disebar 341.580 kilogram. Sudah hampir dua bulan terakhir TMC dilaksanakan terus menerus, di Riau, Kalbar, NTT, Jawa Barat, Jambi, DKI Jakarta, Kalsel dan Sumsel. Artinya di enam provinsi prioritas karhutla semuanya dilaksanakan TMC,” jelasnya.
Produksi Pangan Berpotensi Turun
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolby mengungkapkan dampak El-Nino berdampak negatif pada produksi pangan. Khusus untuk beras, Harvick mengatakan produksi bakal turun sebesar 1,2 juta ton.
“Ini sementara yang bisa kita identifikasi kurang lebih 1,2 juta ton. Tapi kalau kita mengacu pada angka produksi kita yang di atas 30 juta ton, mudah-mudahan ini tidak terlalu terdampak serius,” ungkap Harvick.
Your browser doesn’t support HTML5
Maka dari itu, guna mengantisipasi hal tersebut pemerintah telah menyiapkan langkah strategis yakni mengamankan cadangan beras pemerintah (CBP) dengan melakukan impor.
“Sesuai arahan Presiden, ada pun penurunan produksi beras, coba kita atasi sementara ini dengan melakukan kegiatan impor, sebagai salah satu bentuk cadangan pangan, cadangan beras pemerintah. Jadi, untuk menekan harga di pasar, kita coba siasati dengan membanjiri produk, mudah-mudahan ini cukup efektif,” pungkasnya. [gi/ft]