Gunung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah kembali mengalami erupsi pada Jumat, 27 Maret 2020 pukul 10.56 WIB. Menurut data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) erupsi ini tercatat di seismogram dengan amplitudo 75 mm dan durasi tujuh menit. Tinggi kolom erupsi yang diamati kurang lebih 5.000 meter dari puncak dengan arah angin saat erupsi ke Barat Daya.
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida dalam keterangan resmi menyatakan, letusan ini juga menimbulkan awan panas yang bergerak cepat sejauh dua kilometer dari puncak, ke arah Kali Gendol.
“Letusan ini masih sepeti letusan sebelumnya, yaitu didominasi gas. Untuk saat ini, karena letusan gas sehingga abu yang tersebar sampai jarak 20 kilometer. Seperti erupsi sebelumnya, erupsi saat ini juga minim sekali prekursor atau gejala awal,” kata Hanik.
Karena puncak Merapi memiliki bukaan cukup lebar sebagai dampak letusan besar sebelumnya, awan panas yang meluncur selalu menapak jalur ke arah Kali Gendol di Yogyakarta. Awan panas sejauh ini merupakan ancaman utama dari letusan Gunung Merapi. Namun karena volume kubah lava terakhir yang tercatat hanya 290 ribu meter kubik, maka potensi bahaya awan panas masih ada di radius tiga kilometer dari puncak.
Hanik menambahkan, erupsi kali ini menunjukkan adanya suplai magma dari dalam. Meski begitu, perubahan pada kubah lava tidak terjadi secara signifikan, dan material yang terlontar volumenya kecil. Potensi banjir lahar tetap ada di Jalur Kali Gendol, tetap tidak menjadi ancaman bagi penduduk.
BPPTKG juga menjamin bahwa pemantauan aktivitas Merapi masih terus dilakukan meski pemerintah menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home). Penggunaan teknologi memungkinkan seluruh staf bekerja maksimal melakukan pengamatan seismik, deformasi, gas dan juga visual.
“Metode pengamatan tidak berubah, dan semua fungsi masih berjalan dengan baik. Sehingga tadi pagi waktu ada erupsi kami langsung bisa melihat. Kami tetap memantau Merapi selama 24 jam,” kata Hanik memastikan.
Karena abu yang terlontar ke barat daya, menurut Hanik pihaknya juga sudah menginformasikan ke otoritas penerbangan, VONA sudah dinyatakan berwarna merah.
VONA adalah Volcano Observatory Notice for Aviation, atau peringatan yang diberikan pengamat gunung berapi bagi dunia penerbangan. VONA diterbitkan oleh Badan Geologi. Terkait letusan Merapi pada 27 Maret 2020 ini, Badan Geologi memperkirakan bahwa sebaran abu berada di ketinggian sekitar 25.498 kaki atau 7.968 meter di atas permukaan laut. Mereka juga memberi tambahan informasi, tentang kemungkinan tinggi abu yang akan bertambah.
Subari, warga Desa Ngargomulyo, Dukun, Magelang bercerita, sesaat setelah letusan hempasan hujan pasir sempat datang ke wilayahnya. Langit gelap karena awan abu bergerak ke barat daya. Hujan abu cukup deras turun mulai dari Kecamatan Sawangan dan Talun, terus ke arah barat daya.
Aktivitas Merapi seperti ini, kata Subari semakin akrab bagi warga. Karena itu tidak ada kekagetan dan kepanikan ketika gemuruh itu terjadi. Meski tinggal di dusun, Subari dapat mengakses secara cepat data letusan melalui media sosial resmi milik BPPTKG.
“Cuaca mendung ketika letusan terjadi, jadi tidak terlalu terlihat. Saya langsung mencari informasi di BPPTKG dan ternyata memang terjadi letusan itu,” kata Subari.
Your browser doesn’t support HTML5
Jatmiko dari Forum Merapi-Merbabu mengatakan kepada VOA, Merapi memang meletus dalam ukuran kecil dalam beberapa waktu terakhir. Karena seringnya terjadi letusan, aktivitas tersebut sudah dianggap biasa oleh warga. Apalagi, kata Jatmiko, warga yang beraktivitas di kaki Merapi telah memiliki grup di aplikasi percakapan, untuk berbagi informasi secepatnya terkait Merapi.
Selain itu, warga juga sudah terlatih untuk mengamati fenomena alam yang terjadi. Jika binatang besar seperti kera turun ke pemukiman, memang tanda adanya perubahan aktivias Merapi yang signifikan. Tetapi bahaya baru mengancam jika yang keluar dari tanah adalah hewan-hewan kecil seperti ular. Meski begitu, semua panduan bertindak tetap disandarkan pada informasi lembaga resmi.
BACA JUGA: Sri Sultan Sapa Warga Yogya, Ingatkan Bahaya Virus Corona“Kami sebelum ada aba-aba dari baik BPPTKG maupun Balai Taman Nasional Gunung Merapi, kami tidak berani gegabah. Selama dari dua lembaga itu belum ada pengarahan, kami masih nyaman-nyaman saja,” kata Jatmiko yang beraktivitas di kawasan Jurangjero, Magelang, Jawa Tengah.
Sebelum ini, Merapi juga meletus pada 13 Februari 2020 dan 3 Maret 2020. Kedua letusan itu mirip dengan letusan 27 Maret, termasuk bahaya sekunde berupa hujan abu yang ditimbulkan. Pada Februari, hujan abu melanda wilayah utara Yogyakarta. Sedangkan pada letusan 3 Maret, hujan abu tersebar ke timur hingga kota Solo dan sekitarnya. Merapi sendiri telah berstatus Waspada sejak 21 Mei 2018. [ns/ab]