Merusak Lingkungan, Jokowi Bakal Cabut Izin Perusahaan KJA di Danau Toba

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Geosite Sipinsur di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Senin, 29 Juli 2019. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

Keramba Jaring Apung (KJA) yang telah menjamur menjadi salah satu faktor penyebab tercemarnya air Danau Toba di Sumatera Utara. Presiden Joko Widodo akan mencabut izin dari perusahaan KJA tersebut.

Kondisi air Danau Toba di Sumatera Utara (Sumut), kian memprihatinkan karena tercemar oleh berbagai limbah yang bersumber dari bekas pakan ternak ikan. Menjamurnya Keramba Jaring Apung (KJA) menjadi salah satu faktor yang turut mencemari Danau Toba. Kebanyakan KJA yang mencemari air Danau Toba tersebut milik beberapa perusahaan.

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi kawasan Danau Toba mengatakan akan mencabut izin perusahaan pemilik KJA. Namun, Jokowi belum bisa memastikan berapa perusahaan yang izinnya akan dicabut.

"Saya sampaikan bisa sebagian, bisa semua. Ya dilihat dulu yang sebelah mana dibutuhkan untuk wisata dan rakyat," katanya di Geosite Sipinsur, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Senin (29/7).

Jokowi menambahkan, pemerintah akan terus melakukan perbaikan di danau vulkanis terbesar di Asia Tenggara itu. Perbaikan tersebut bukan hanya meliputi segi sumber daya manusia, tapi juga pembenahan sisi lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk menjadikan Danau Toba sebagai salah satu destinasi super prioritas di Indonesia.

Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Geosite Sipinsur di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, Senin, 29 Juli 2019. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

"Ya nanti memang perbaikan itu yang saya sampaikan produk, bukan hanya urusan mengenai tempat wisatanya. Tapi lingkungannya juga harus kita urus total ini," ungkap Jokowi.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara, Dana Tarigan mengatakan pemerintah harus mengurangi daya tampung KJA di Danau Toba sesuai baku mutunya.

"Kita tidak pernah bilang itu ditutup. Persoalannya perkecil saja daya tampung lingkungan seberapa layak air Danau Toba itu menampung KJA. Ini sudah terlalu banyak, daya tampungnya telah melampaui baku mutu, makanya diturunkan, kalau dari SK Gubernur beberapa tahun yang lalu. Bukan bisa atau tidak itu dikendalikan. Tapi mau atau tidak pemerintah. Kalau saya lihat, memang tidak mau repot," ucap Dana kepada VOA.

Tercemarnya Danau Toba oleh KJA sangat disayangkan WALHI Sumut karena masih banyak masyarakat di Danau Toba yang mengonsumsi airnya. WALHI Sumut meminta agar pemerintah lebih berani menindak tegas para perusahaan yang sudah terindikasi mencemari Danau Toba.

"Titik berat WALHI di situ, jadi jangan lihat pariwisata atau proyek lain tapi ini bicara kesehatan yang menjadi Hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat di Danau Toba. Mereka masih minum dari air Danau Toba, itu yang dipandang. Saya pikir pulihkan Danau Toba, walau World Bank sebut 60 tahun kajiannya. Jadi harus berani melakukan tindakan hukum kepada perusahaan yang melakukan indikasi perusakan lingkungan, khususnya air Danau Toba. Kalau tidak berani, Danau Toba tidak akan pernah pulih," beber Dana.

Beberapa waktu lalu, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pernah menyebut bahwa limbah telah membuat air Danau Toba tercemar.

"Lingkungan itu prioritas. Tidak akan orang mau datang kalau tempatnya kotor dan bau, termasuk limbah yang mengganggu Danau Toba," tutur Edy.

Ada beberapa wilayah di Danau Toba yang sudah tercemar, yaitu Ajibata (Toba Samosir), Tigaras dan Haranggaol (Simalungun). KJA bukan faktor utama penyebab pencemaran air Danau Toba. Masih ada limbah hotel dan ternak babi yang diduga turut menjadi penyebab tercemarnya air Danau Toba. [Aa/ka]