Mesir, Selasa (20/8) menyerukan gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas di Gaza, dan mengatakan bahwa konflik tersebut dapat meluas menjadi perang regional yang lebih luas jika pertempuran tidak dihentikan di wilayah sempit di sepanjang Laut Tengah itu.
“Waktunya telah tiba untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung, dan menggunakan kebijaksanaan, serta menjunjung tinggi bahasa perdamaian dan diplomasi,” kata Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan di istana musim panasnya di El Alamein dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Sisi mengatakan semua pihak harus waspada terhadap “bahaya konflik yang meluas secara regional” dan risiko peperangan yang lebih luas akan “sulit dibayangkan.”
Pemimpin Mesir tersebut mengatakan gencatan senjata di Gaza “harus menjadi awal dari pengakuan internasional yang lebih luas terhadap negara Palestina dan implementasi solusi dua negara, karena hal ini merupakan penjamin dasar bagi stabilitas di wilayah tersebut.”
Selama berbulan-bulan perundingan yang terhenti mengenai gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung selama lebih dari 10 bulan tersebut, Amerika Serikat tetap mempertahankan dukungannya terhadap solusi dua negara yang menyerukan pembentukan negara Palestina merdeka di samping Israel, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus menentangnya. Netanyahu menolak dengan mengatakan solusi itu membahayakan keamanan Israel.
Mesir, bersama dengan Qatar dan Amerika Serikat, telah mendorong negosiasi perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas namun tidak dapat menyelesaikan perjanjian tersebut.
Setelah bertemu dengan Netanyahu dan para pejabat Israel lainnya di Tel Aviv, Blinken mengatakan pada Senin malam bahwa pemimpin Israel itu telah menerima “proposal perantara” Amerika mengenai kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
“Sekarang Hamas berkewajiban melakukan hal yang sama,” kata Blinken, dan kemudian dengan bantuan mediator Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, “bersatu dan menyelesaikan prosesnya.” Blinken tidak mengatakan apakah kekhawatiran yang dikemukakan oleh kelompok militan Hamas telah diatasi.
Ini adalah perjalanan Blinken yang kesembilan ke Timur Tengah sejak perang Israel-Hamas meletus pada 7 Oktober lalu . Serangan balasan Israel terhadap Hamas di Gaza telah menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut para pejabat kesehatan Hamas, meskipun militer Israel mengatakan korban tewas juga mencakup ribuan anggota Hamas.
Sementara itu, militer Israel mengumumkan enam jenazah sandera telah ditemukan di Gaza.
AS mengajukan proposal perantara dalam perundingan gencatan senjata pekan lalu di Doha. Negosiasi akan dilanjutkan di Kairo minggu ini. Blinken mengatakan bahkan jika Hamas menerima kesepakatan itu, masih ada “masalah kompleks” yang memerlukan “keputusan sulit dari para pemimpin.” Dia tidak memberikan rinciannya.
“Kami tidak pernah menyerah,” kata Blinken, ketika ditanya apakah waktu untuk mencapai kesepakatan pada akhirnya akan habis. Dia mengadakan pertemuan tatap muka dengan Netanyahu selama 2½ jam.
Beberapa analis merasa skeptis.
“Saya pikir ada banyak angan-angan yang muncul, dan saya pikir angan-angan tersebut karena pertaruhannya sekarang sangat tinggi, karena ada potensi konflik ini meningkat melampaui batas negara,” kata Mirette Mabrouk, peneliti senior di The Middle East Institute, kepada VOA pada hari Senin.
BACA JUGA: Absennya Delegasi Militer Sudan Hambat Kemajuan dalam Perundingan Damai yang Ditengahi ASSeorang juru bicara pemerintah Israel mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa Netanyahu “berpegang teguh pada prinsip” bahwa Pasukan Pertahanan Israel akan mempertahankan kehadiran fisik di Koridor Philadelphi, perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir, untuk mencegah apa yang mereka gambarkan sebagai pasokan senjata untuk Hamas.
Sebelumnya, Hamas menuduh Netanyahu melemahkan upaya para mediator. Sami Abu Zuhri, anggota biro politik Hamas, menolak klaim bahwa tanda-tanda kemajuan setelah perundingan dua hari di Doha hanyalah “ilusi.”
Ada peningkatan urgensi untuk mencapai kesepakatan di tengah kekhawatiran akan eskalasi regional yang lebih luas jika Iran dan proksi Lebanonnya, Hizbullah, melakukan pembalasan terhadap Israel atas pembunuhan seorang komandan Hizbullah di Beirut dan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.
Israel telah mengaku bertanggung jawab atas serangan di Beirut, namun bukan serangan di Teheran, meskipun secara luas dianggap pihak yang melakukan serangan tersebut. [ab/ka]