Meski Berjalan Lambat, Diplomasi Olimpiade Korsel Capai Kemajuan

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (kanan) berjabat tangan dengan Kim Yo-jong, saudara perempuan pemimpin Korea Selatan Kim Jong-un saat bertemu di Seoul, Korea Selatan, 10 Februari 2018. (Foto: dok).

Korea Selatan terus mendorong proses perdamaian melalui Olimpiade, di tengah-tengah kritik bahwa Korea Utara hanya mengikuti proses itu untuk meringankan sanksi-sanksi ekonomi tanpa menghentikan program senjata nuklirnya.

Upaya terus menerus Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk mengurangi ketegangan dengan Korea Utara membantu terwujudnya partisipasi Korea Utara dalam Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang di Korea Selatan serta jeda dalam uji coba rudal dan nuklir Pyongyang yang provokatif.

Dalam sikap rekonsiliasi bersama, para delegasi Olimpiade Korea Utara dan Korea Selatan berbaris bersama-sama di bawah bendera unifikasi khusus dalam acara pembukaan hari Jumat. Kim Yo-jong, adik pemimpin Korea Utara Kim Jong-un juga ke Korea Selatan untuk menghadiri Olimpiade. Ia adalah anggota keluarga pertama Kim yang berkuasa yang berkunjung ke Korea Selatan sejak terbaginya Korea pada akhir Perang Dunia II. Sewaktu bertemu dengan Moon, Kim menyampaikan undangan kepada presiden Korea Selatan untuk mengunjungi Pyongyang guna mengikuti pertemuan puncak para pemimpin.

Sebelumnya hanya ada dua pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara dan Selatan. Yang paling akhir berlangsung lebih dari satu dekade silam, pada tahun 2007. Kim Jong-un, yang mulai berkuasa pada tahun 2011, belum pernah bertemu seorang kepala negara asing.

Hari Selasa, Kim Jong-un mengatakan ia ingin mendorong “iklim rekonsiliasi dan dialog yang hangat” dengan Korea Selatan setelah keberhasilan kunjungan delegasi Olimpiade Korea Utara, sebut media pemerintah Korea Utara.

Baca juga: Pencitraan Korut Melalui Olimpiade Tunjukkan Hasil

Meredanya ketegangan antara kedua negara Korea ini merupakan hasil langsung upaya diplomasi Presiden Moon yang terus menerus dan mengindikasikan kesediaan Kim Jong Un untuk menanggapi hubungan yang konstruktif, kata John Delury, analis Korea Utara di Universitas Yonsei, Seoul.

Akan tetapi mereka yang skeptis menyatakan keterbukaan Pyongyang bagi dialog merupakan suatu taktik yang memperdaya. Menurut mereka, kerjasama Korea Utara dalam Olimpiade dimaksudkan untuk merongrong kebijakan “tekanan maksimal” Amerika untuk memaksa Korea Utara agar mengubah perilakunya dengan sanksi-sanksi ekonomi yang ditingkatkan dan ancaman kekuatan militer, tanpa memberikan konsesi berarti untuk mengakhiri program nuklirnya. [uh]