Microsoft Pergoki Peretas China, Rusia dan Iran Gunakan AI

Peretas Rusia, China dan Iran gunakan perangkat kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan Microsoft melalui OpenAI (foto: ilustrasi).

Peretas yang didukung Rusia, China dan Iran telah menggunakan perangkat kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan Microsoft melalui OpenAI, untuk mengembangkan kemampuannya dan mengelabui korbannya. Hal itu disampaikan dalam laporan yang dirilis hari Rabu (14/2) oleh Microsoft.

Laporan itu menyebutkan, Microsoft telah melacak kelompok peretas yang terafiliasi dengan intelijen militer Rusia, Garda Revolusi Iran, serta pemerintah China dan Korea Utara, ketika mereka menyempurnakan kampanye retasan dengan menggunakan model bahasa yang besar.

Program-program komputer itu, yang sering disebut sebagai kecerdasan buatan, mengolah teks dalam jumlah besar untuk menghasilkan respons yang mendekati kemampuan manusia.

Microsoft mengumumkan temuan tersebut ketika mengumumkan larangan total terhadap kelompok peretas yang didukung suatu negara, untuk menggunakan produk kecerdasan buatannya.

“Terlepas dari apakah ada pelanggaran hukum atau pelanggaran persyaratan layanan, kami hanya ingin para pelaku yang telah kami identifikasi, yang kami lacak dan ketahui sebagai pelaku ancaman dalam berbagai bentuk, kami tidak ingin mereka memiliki akses ke teknologi ini,” kata Wakil Presiden Keamanan Pengguna Microsoft, Tom Burt, kepada Reuters dalam wawancara sebelum laporan itu dirilis.

BACA JUGA: FBI Peringatkan Ancaman Peretas China pada Infrastruktur AS

Pejabat diplomatik Rusia, Korea Utara, dan Iran tidak membalas pesan terkait permintaan tanggapan atas tuduhan tersebut.

Juru bicara kedutaan besar China di AS, Liu Pengyu, mengatakan bahwa pihaknya membantah “tuduhan tidak berdasar terhadap China” dan menganjurkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan yang “aman, andal, terkendali” untuk “meningkatkan kesejahteraan bersama seluruh umat manusia.”

Dugaan bahwa peretas yang didukung negara ditemukan menggunakan kecerdasan buatan untuk meningkatkan kemampuan mata-mata mereka, memperbesar kekhawatiran terkait pesatnya perkembangan teknologi ini dan kemungkinan penyalahgunaannya.

Pejabat keamanan siber senior di negara-negara Barat telah memperingatkan sejak tahun lalu bahwa pelaku kejahatan akan memanfaatkan perangkat seperti ini, meski pada kenyataannya kini masih sangat minim. [ti/jm]