Sedikitnya 40 orang dalam dua sel berbentuk kerangkeng besi menyerupai penjara hari Senin (24/1) ditemukan di sebuah lahan di belakang rumah Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin.
Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) telah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi KPK pada 18 Januari karena dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat pada periode 2020-2022. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) ketiga yang dilakukan KPK pada tahun 2022 ini, KPK juga menemukan barang bukti berupa uang bernilai 786 juta rupiah.
BACA JUGA: KPK Tetapkan Bupati Langkat Sebagai Tersangka KorupsiMigrant Care: Puluhan Orang Dipekerjakan Tanpa Gaji dan Dimasukkan Kerangkeng
Penangkapan TRP seakan membuka kotak pandora. Berdasarkan laporan masyarakat, Migrant Care hari Senin melaporkan dugaan praktik perbudakan modern terhadap puluhan pekerja sawit yang ditahan di dalam kerangkeng, di belakang rumah sang Bupati, kepada Komnas HAM.
“Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawit miliknya (TRP.red) selama 10 jam, dari pukul 8 pagi hingga 6 sore. Setelah bekerja dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses kemana-mana. Setiap hari mereka hanya diberi makan dua kali sehari. Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji,” demikian petikan pernyataan Migrant Care.
Ditambahkan, “Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawit sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka.”
Migrant Care mengatakan situasi yang dihadapi para pekerja itu jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM dan prinsip anti penyiksaan yang terdapat dalam Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia – dan sudah diratifikasi Indonesia menjadi UU No.5/1998 pada 28 September 1998.
“Kuat dugaan telah terjadi praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia,” tegas Migrant Care.
Polda Sumut: 27 Orang Dievakuasi dari Kerangkeng
Kabid Humas Polda Sumatra Utara, Kombes Pol Hadi Wahyudi, mengatakan ada 27 orang yang dievakuasi dari kerangkeng di lahan belakang rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Saat ini puluhan orang itu dalam proses evakuasi ke Dinas Sosial. Namun, belum diketahui pasti Dinas Sosial mana yang digunakan Polda Sumut untuk mengevakuasi 27 orang itu.
"Hasil pendalaman ada 27 orang yang kami evakuasi dari tempat tersebut ke Dinas Sosial," katanya, Senin (24/1).
Lanjut Hadi, Polda Sumut masih terus menyelidiki temuan kerangkeng yang ada di rumah Bupati Langkat tersebut. Pasalnya, Bupati Langkat mengaku bahwa kerangkeng itu digunakan untuk tempat rehabilitasi narkoba sejak tahun 2012.
"Pengakuan sementara penjaganya itu merupakan tempat penampungan orang yang kecanduan narkoba, dan kenakalan remaja. Dibuat sejak tahun 2012 inisiatif Bupati Langkat," ungkapnya. Hal ini senada dengan pernyataan Kapolda Sumut Irjen Pol. RZ. Panca Putra Simanjuntak sehari sebelumnya.
Anis Hidayah: Ini Jelas Eksploitasi, Bukan Rehabilitasi
Diwawancarai VOA pada Selasa (25/1) pagi, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mempertanyakan pernyataan yang keluar dari Polda Sumut itu.
“Lha memang orang per orang boleh punya kerangkeng/penjara di dalam rumah? Rehabilitasi narkoba kan ada BNN (Badan Narkotika Nasional.red) yang mengelola. Kalau memang rehabilitasi narkoba, tidak dibenarkan menjadi alasan untuk mempekerjakan semena-mena di ladang sawit, dengan jam kerja lebih dari 8 jam, makan cuma kali sehari, ada dugaan dipukul, dan tidak digaji,” tegasnya.
Anis menegaskan, “Ini jelas ada unsur-unsur eksploitasi, dan bukan rehabilitasi.” Anis kembali menggarisbawahi permohonan pada Komnas HAM untuk mengusut tuntas praktik pelanggaran HAM tersebut.
Secara terpisah Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam kepada wartawan mengatakan Terbit Rencana Perangin Angin, Bupati Langkat yang kini berada di dalam tahanan KPK, dapat saja diproses hukum akibat laporan ini.
“Kalau memang ditemukan ada kasus penyiksaan, ditemukan ada kasus perdagangan orang, ya tentu kasus ini berbeda dengan kasus korupsinya dan harus tetap dijalankan proses. Jadi berbeda dengan kasus korupsinya, ini bisa kena penyiksaan, bisa juga kena perdagangan orangnya," ujarnya. [aa/em/pp]