Otoritas jasa keuangan Amerika Serikat (AS) mengatakan kantor utama dan semua kantor-kantor cabang Silicon Valley Bank (SVB) yang ditutup setelah kolaps akan dibuka kembali pada Senin, 13 Maret.
Mengutip regulator perbankan, Lembaga Penjaminan Simpanan Federal (Federal Deposit Insurance Corporation/FDIC), Reuters melaporkan semua nasabah yang masuk penjaminan akan bisa mengakses dana mereka paling lambat Senin (13/3) pagi.
Namun, menurut data FDIC, sekitar 89 persen dari dana yang disimpan di bank itu senilai $175 miliar per akhir 2022 tidak masuk dalam penjaminan dan nasib dana-dana itu belum jelas.
BACA JUGA: Bank Silicon Valley di California Bangkrut, Aset DisitaMenurut sejumlah sumber yang mengetahui masalah tersebut, FDIC sedang berupaya untuk mencari bank-bank lain yang bersedia merger dengan SVB yang fokus pada pembiayaan perusahaan rintisan.
Meski FDIC berharap merger bisa terlaksana pada Senin (13/3) untuk melindungi simpanan tanpa penjaminan, belum ada kepastian mengenai merger itu, tambah para sumber yang meminta tidak diungkap identitasnya karena informasi yang diberikan bersifat rahasia.
Mencari Pembeli
Secara terpisah, SVB Financial, perusahaan induk dari Bank Silicon Valley, bekerja sama dengan bank investasi Centerview Partners dan firma hukum Sullivan & Cromwell mencari pembeli untuk aset-aset lainnya. Sumber itu mengatakan aset-aset itu antara lain bank investasi SVB Securities, perusahaan pengelola kekayaan Boston Private dan perusahaan riset ekuitas MoffettNathanson.
Aset-aset tersebut diharapkan dapat menarik perhatian bank-bank kompetitor dan perusahaan ekuitas swasta.
SVB tidak menanggapi permintaan komentar.
Sejumlah perusahaan rintisan, seperti pembuat video game Roblox Corp dan pembuat perangkat streaming Roku Inc, mengatakan mereka memiliki simpanan bernilai ratusan juta dolar di bank tersebut. Roku mengatakan simpanannya di SVB sebagian besar tidak masuk penjaminan. Harga saham Roku anjlok 10 persen dalam sesi perpanjangan perdagangan.
Masalah di SVB menyoroti bagaimana upaya bank sentral AS Federal Reserve bank sentral lainnya untuk meredam inflasi dengan mengakhiri era pinjaman murah, mengungkap kerentanan di pasar. Kekhawatiran melanda sektor perbankan.
Menurut perhitungan Reuters, bank-bank AS telah kehilangan lebih dari $100 miliar nilai pasar saham selama dua hari terakhir, sedangkan bank-bank di Eropa merugi sekitar $50 miliar.
BACA JUGA: Inflasi AS Mereda Bulan Januari, Sewa Rumah dan Energi Tetap TinggiSejumlah masalah menanti
Beberapa analis memperkirakan sektor perbankan akan menghadapi banyak masalah karena kasus SVB menebar kekhawatiran tentang risiko tersembunyi di sektor tersebut dan kerentanannya terhadap kenaikan biaya uang.
"Mungkin akan ada pertumpahan darah minggu depan karena... para short-sellers ada di luar sana dan mereka akan menyerang setiap bank, terutama yang lebih kecil," kata Christopher Whalen, ketua Whalen Global Advisors.
Departemen Keuangan AS mengatakan Menteri Keuangan Janet Yellen bertemu dengan regulator perbankan pada Jumat (10/3) dan menyatakan "keyakinan penuh" pada kemampuan mereka untuk menanggapi situasi tersebut.
BACA JUGA: Tim Pakar: Kebijakan Bank Sentral AS Terus Naikkan Suku Bunga Bisa Picu ResesiGedung Putih mengatakan pada Jumat pihaknya memiliki keyakinan dan kepercayaan pada regulator keuangan AS, ketika ditanya tentang kegagalan SVB.
Asal kolapsnya SVB bermula dari kenaikan suku bunga. Suku bunga yang lebih tinggi menutup penggalangan dana publik melalui penawaran umum perdana bagi banyak perusahaan rintisan. Di sisi lain, penggalangan dana dari swasta menjadi lebih mahal hingga beberapa klien SVB mulai menarik uang.
Pada Rabu (10/3), SVB menjual obligasi senilai $21 miliar yang sebagian besar terdiri dari Surat Utang AS (US Treasuries) untuk menebus penarikan dana nasabah itu. Mereka mengatakan akan menjual $2,25 miliar saham biasa dan saham preferen konversi untuk menutup kebocoran dana. [ah/ft]