Militer Israel pada Senin (5/9) mengatakan "kemungkinan besar" seorang tentara membunuh Shireen Abu Akleh, wartawati Al Jazeera di Tepi Barat yang diduduki Mei lalu. Militer menyampaikan itu ketika mengumumkan hasil penyelidikan atas pembunuhan itu.
Dalam pengarahan kepada wartawan, seorang pejabat senior militer mengatakan bahwa seorang tentara melepas tembakan setelah salah mengidentifikasi Abu Akleh sebagai seorang militan. Tetapi dia tidak memberi bukti untuk mendukung klaim Israel bahwa orang-orang bersenjata Palestina berada di daerah itu. Dia menambahkan bahwa tidak ada yang akan dihukum. Dia juga tidak membahas bukti video yang menunjukkan daerah itu sepi sebelum Abu Akleh ditembak.
Kesimpulannya, Israel mungkin akan bertanggung jawab atas kematian wartawati terkenal itu. Mereka akan mengakui hasil rangkaian penyelidikan oleh organisasi media dan Amerika yang menyimpulkan bahwa Israel melepas, atau kemungkinan besar telah melepas, tembakan mematikan itu. Yang jelas, mereka tidak mungkin akan mempetieskan masalah ini.
"Dia salah mengidentifikasi," kata pejabat itu, yang tidak mau namanya disebut berdasar pedoman arahan militer.
Abu Akleh mengenakan helm dan rompi dengan tulisan ‘pers’ yang mengidentifikasi bahwa dirinya adalah wartawan, ketika terbunuh pada Mei. Ia sedang meliput serangan militer Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Organisasi hak asasi manusia Israel, B'Tselem, menuduh militer melakukan ‘pembersihan’. "Itu bukan kesalahan. Itu kebijakan," kata organisasi itu.
BACA JUGA: AS: Jurnalis Al Jazeera Kemungkinan Ditembak Israel Tanpa SengajaKepala biro Al Jazeera untuk Tepi Barat, Walid Al-Omari, menuduh militer hendak lari dari tanggung jawab. "Ini jelas merupakan upaya untuk menghindari dibukanya penyelidikan kriminal," katanya kepada kantor berita Associated Press.
Abu Akleh, 51, adalah warga Amerika-Palestina. Ia telah meliput di Tepi Barat selama 20 tahun dan terkenal di seluruh dunia Arab. Orang-orang Palestina, dan keluarga Abu Akleh, telah menuduh Israel sengaja membunuhnya. Kematian wartawati itu masih menjadi isu utama perselisihan di antara kedua pihak. [ka/jm]