Angkatan Bersenjata Rusia mengatakan pada Selasa (2/5) mereka mengevakuasi lebih dari 200 orang dari Sudan dengan empat pesawat angkut militer.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para pengungsi termasuk diplomat, personel militer dan warga negara Rusia lainnya serta warga “negara-negara bekas Uni Soviet dan negara-negara sahabat lainnya yang meminta bantuan.”
Pertempuran di Sudan telah menewaskan lebih dari 500 orang, menelantarkan puluhan ribu orang dan memicu eksodus orang asing dan staf internasional.
Konflik terjadi antara pasukan jenderal militer Abdel Fattah al-Burhan dan mantan wakilnya, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang mengepalai pasukan paramiliter yang dikenal sebagai Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF)
BACA JUGA: Pakar: Kelompok Wagner Rusia Bisa Picu Konflik di SudanMoskow dan Khartoum memiliki hubungan baik secara historis.
Rusia memasok senjata ke Sudan selama pemerintahan mantan presiden Omar al-Bashir selama tiga dekade, terutama setelah PBB memberlakukan sanksi terhadap negara itu pada 2005 atas konflik Darfur.
Setelah jatuhnya al-Bashir pada 2019, hubungan antara Sudan dan Rusia menjadi lebih renggang tetapi kembali menguat menyusul kudeta militer pada 2021.
Grup paramiliter Wagner dari Rusia telah berada di Sudan selama bertahun-tahun dan membantu menjaga tambang emas negara itu. [lt/uh].