Sejumlah aktivis lingkungan dan relawan akhir pekan lalu membersihkan Sungai Brantas dari sampah plastik dan popok. Aziz, salah seorang relawan dari Brigade Evakuasi Popok mengaku telah mengangkut 2 karung sampah popok di sungai dan jembatan Karangpilang, Surabaya. Menurutnya, sungai masih menjadi tempat membuang sampah oleh sebagian masyarakat yang belum sadar pentingnya fungsi sungai.
“Tadi kita habis membersihkan di jembatan Karangpilang satu, kita bersihkan, kita evakuasi sekitar kurang lebih dua karung, popok semua. Tapi yang belum kita angkat ada kasur, ada bantal di (bawah) jembatan, nanti bisa dibantu oleh teman-teman dinas kebersihan kota setempat,” tutur Aziz.
Your browser doesn’t support HTML5
Kegiatan bersih sungai ini dilakukan para relawan dan aktivis lingkungan, sebagai dukungan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yang bertekad mengembalikan fungsi sungai sebagaimana mestinya. Sebagai bagian dari 99 hari program kerjanya, Khofifah membagikan kotak sampah khusus popok di 99 titik jembatan di daerah aliran Sungai Brantas, serta menyusuri sungai sambil menjaring sampah popok yang ada di sungai.
Khofifah menegaskan pentingnya penegakan hukum, dan mendorong perusahaan yang ada di sepanjang aliran sungai untuk terlibat menjaga kebersihan sungai. Perusahaan produsen popok juga diminta ikut bertanggung jawab, agar sampah popok tidak sampai mencemari sungai.
“Tidak kalah pentingnya adalah tanggung jawab perusahaan, ini persoalan enforcement, law enforcementnya menjadi penting, karena itu kan di depan mata kita bisa melihat ada tumpukan dari barang-barang milik perusahaan, ditaruh persis di pinggir sungai. Lalu pabrik yang memproduksi diapers, itu harus bertanggung jawab untuk membersihkan sungai sekaligus memberikan edukasi. Jadi, sangat banyak stakeholder yang terlibat di dalam proses bersih-bersih sungai ini,” ujar Khofifah Indar Parawansa kepada VOA.
Keterlibatan semua pihak termasuk relawan, menurut Khofifah merupakan kunci keberhasilan peran serta masyarakat dalam menjaga sungai. Khofifah juga akan melibatkan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, untuk ikut terlibat upaya melestarikan dan menjaga ekosistem sungai.
“KKN-KKN di berbagai perguruan tinggi itu diajak untuk peduli sungai. Jadi, ini akan terintegrasi, kerelawanan ini menurut saya akan menjadi pintu masuk masyarakat luas bersama-sama njogo kali(menjaga sungai),” kata Khofifah.
Lurah Kebonsari, Surabaya, Heri Sumargo mengungkapkan, instruksi pemerintah provinsi dan pembagian tempat sampah khusus popok ini akan ditindaklanjuti dengan membuat surat edaran kepada warga, agar ikut terlibat aktif menjaga kebersihan sungai dan lingkungan sekitar.
“Ya untuk wilayah Kebonsari ya nanti tetap akan kita galakkan, seperti yang ada bantaran-bantaran ini tetap akan kita jaga kebersihannya. Jadi instruksi seperti Bu Gubernur nanti akan tetap akan kita tindak lanjuti dengan mungkin memberikan suatu edaran-edaran kepada para warga yang ada di wilayah Kebonsari. Ya, untuk himbauan untuk tidak membuang sampah popok, jadi terkait menjaga juga kebersihan sungai yang ada di wilayah Kebonsari,” ucap Heri Sumargo.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah responsif Gubernur Khofifah dalam menyikapi persoalan pencemaran sungai, khususnya akibat sampah popok. Sebelumnya, pemerintah dan instansi terkait terkesan saling lempar tanggung jawab, dan membiarkan pencemaran sungai terus terjadi.
“Ini menarik, yang selama ini sulit kita tembus, pemerintah saling lempar tanggung jawab, kemudian ada inisiatif untuk menyediakandropping point popok atau droppo di 99 jembatan. Menurut saya ini adalah upaya real pemerintah, maka menurut kami ayolah masyarakat se-Jawa Timur ini untuk berkontribusilah, tidak membuang sampah popok ke Kali Brantas, atau juga mengurangi pemakaian popok sekali pakai,” ungkap Prigi Arisandi.
Buruknya kualitas air sungai Brantas dan sungai Surabaya menurut Prigi, disebabkan salah urus pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Komitmen semua pihak mulai dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, lembaga negara terkait, serta masyarakat, sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kualitas air sungai yang menjadi bahan baku air minum PDAM sejumlah kota termasuk Surabaya.
“Ini kan kualitas airnya memburuk. Jadi, ada 80 persen ikan yang ditemukan microplastic dalam lambungnya. Kemudian kita juga menemukan ada 6 kali peristiwa ikan mati massal di tahun 2018, artinya ada mismanagement di dalam pengawasan dan monitoring pencemaran di Kali Brantas. Kemudian ada inisiatif mendorong industri untuk berkomitmen, tidak membuang limbah yang berpotensi mencemari Kali (sungai) Brantas. Ini artinya awal yang sangat baik menuju ke lima tahun kedepan. Kemudian kalau pemerintah sudah berinisiatif dan mendorong masyarakat dan industri, saya rasa ini merupakan kunci sukses menuju pengelolaan Brantas yang gotong royong, dan pemanfaatan yang berkeadilan sosial,” pungkas Prigi. [pr/em]