Minimnya Curah Hujan Berpotensi Turunkan Panen Padi, Naikkan Impor Beras

Lahan padi di Desa Karang Jati, Banjarnegara, 23 Oktober 2015. (Foto: Ilustrasi/Reuters)

Wardiyono, seorang petani di Jawa Tengah, biasanya mulai menanami sawah kecilnya pada November. Namun musim tanam kali ini baru dimulai pada Januari, ketika hujan akhirnya turun setelah kekeringan berbulan-bulan yang disebabkan oleh fenomena cuaca El Nino.

Tiga minggu kemudian, dia khawatir karena curah hujan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padinya.

“Biasanya hujan turun setiap hari pada Januari. Tahun ini berbeda,” ujar petani berusia 58 tahun melalui sambungan telepon dari Kabupaten Klaten di selatan Kota Solo, Jawa Tengah. Wardiyono mengatakan pada beberapa hari cuaca benar-benar kering dan selama beberapa hari hanya terjadi hujan singkat.

Keterlambatan musim tanam dan kurangnya curah hujan yang dialami oleh Wardiyono menunjukkan adanya potensi hasil panen padi yang lebih rendah dari proyeksi awal, serta peningkatan impor di Indonesia pada 2024. Sebagai negara konsumen beras terbesar keempat di dunia, Indonesia menghadapi dampak cuaca yang merugikan terhadap produksi padi.

Seorang petani menyemprot tanaman padi di sawah yang makin terhimpit perumahan di Yogyakarta. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Pemerintah memproyeksikan bahwa puncak panen raya yang biasanya terjadi pada Maret-April akan mengalami penundaan sebulan akibat curah hujan yang di bawah normal di Pulau Jawa, yang merupakan lumbung beras Indonesia.

Penurunan produksi beras di India Indonesia berpotensi memperketat ketersediaan pasokan, terutama karena harga sudah mendekati titik tertinggi sejak 2008. Hal ini terjadi seiring dengan penurunan produksi di negara-negara eksportir utama seperti Thailand, Vietnam, dan India.

Dewan Biji-bijian Internasional (International Grains Council), yang berkantor pusat di London, memproyeksikan produksi beras Indonesia akan turun lebih lanjut akibat pembatasan panen yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2023, demikian diungkapkan oleh analis IGC, Peter Clubb.

“El Nino memberikan dampak yang cukup besar terhadap Indonesia sehingga menyebabkan berkurangnya curah hujan secara signifikan. Hal ini kemungkinan besar akan membuat impor Indonesia tetap berada di atas rata-rata pada 2024,” ujarnya.

BACA JUGA: Pasokan Pangan Dunia 2024 Bakal Seret Akibat Kemarau dan Pembatasan Ekspor 

Proyeksi produksi beras domestik pada2024, yang awalnya mencapai 32 juta metrik ton, mengalami penurunan setelah estimasi menunjukkan bahwa produksi beras pada Januari dan Februari diprediksi turun 46 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 2,25 juta ton.

Biasanya, padi ditanam pada awal musim hujan pada Oktober, dan panen dilakukan pada Februari-April. Indonesia menghasilkan dua kali panen padi. Panen raya selama musim hujan Oktober-April mencapai 55 persen dari total produksi beras tahunan.

Tanda-tanda perkiraan penurunan produksi pada 2024 terlihat jelas ketika Kementerian Pertanian melaporkan bahwa luas lahan yang ditanami padi pada kuartal keempat tahun 2023 turun menjadi 2,91 juta hektare, di bawah target sebesar 3,53 juta hektare.

Sekitar 35 persen dari 7,46 juta hektare wilayah penanaman padi di bergantung pada hujan untuk irigasi, kata Zulharman Djusman, ketua asosiasi petani dan nelayan KTNA.

Seorang petani melemparkan pupuk ke sawah di sawah di Subang, Jawa Barat, 20 Januari 2011.(Foto: REUTERS/Beawiharta)

Impor

Kurangnya produksi beras berakibat pada peningkatan impor dan pemerintah sudah menyetujui impor beras sebesar 2 juta ton pada 2024. Sebuah pernyataan dari pejabat menyebutkan bahwa sekitar seperempat dari jumlah tersebut diperkirakan akan tiba pada Maret. Pada tahun sebelumnya, impor beras Indonesia mencapai rekor hampir 3,06 juta ton.

Dampaknya akan dirasakan melalui kenaikan biaya bagi konsumen, seiring dengan meningkatnya harga beras di Thailand, yang merupakan eksportir terbesar kedua di dunia, dan Vietnam, eksportir terbesar ketiga. Kenaikan ini telah terjadi sejak akhir 2023, menyusul periode singkat ketidakstabilan pasokan akibat kekeringan di negara-negara pemasok utama.

Harga beras di Tanah Air sudah mengalami peningkatan, rata-rata mencapai Rp14.763 per kg pada Januari, sekitar 15,6 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Bulog Lakukan Sortasi Terhadap Beras Turun Mutu Di Oku Sumsel , 13 Februari 2019. (Facebook: Perum Bulog).

Skema bantuan pemerintah yang diluncurkan tahun lalu dengan menyediakan 10 kg beras setiap bulan kepada 22 juta rumah tangga berpendapatan rendah, membantu meringankan sebagian tekanan tersebut, meskipun rumah tangga kelas menengah ke bawah tidak tercakup dalam bantuan tersebut.

Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, banyak petani yang menanam bibit pada November masih menunggu hujan dan berjuang untuk meminjam uang untuk penanaman kembali, kata Ayip Said Abdullah dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, sebuah kelompok advokasi petani.

“Mereka sudah mengeluarkan uang untuk menanam bibit padi, tetapi tidak tumbuh,” kata Ayip. [ah/ft]