Indonesia kaya akan tanaman obat seperti jahe, meniran, kunyit, bawang putih, lengkuas, temulawak dan masih banyak lagi. Jenis tanaman itu diolah menjadi minuman sehat seperti jamu maupun non jamu.
Politeknik Kesehatan Surakarta adalah satu-satunya sekolah di dunia yang khusus mempelajari tentang ramuan tradisional jamu. Salah seorang lulusannya, Gus Ming Ing Setiawan, kini menjadi pakar kesehatan tradisional.
“Banyak sekali tanaman obat di Indonesia hampir puluhan ribu jenis yang bisa dikembangkan. Kalau di dunia, Indonesia terkenal dengan kopinya, mengapa jamu tidak diangkat kembali? Kalau dulu jamu sebagai obat tradisional, tetapi kami ingin mengarahkan juga bahwa jamu menjadi minuman yang lebih diterima oleh masyarakat,” jelasnya.
Pria berusia 50 tahun kelahiran Solo itu juga mengatakan, di Jawa Tengah sudah terdapat beberapa kedai minuman sehat atau yang kini populer disebut Kafe Jamu.
“Memang kita harus memberi pendidikan yang kuat kepada mereka (masyarakat) bagaimana citra rasa tradisional yang seakan-akan kuno, menjadi kekinian. Nah kita menghadirkan masa lalu ke masa sekarang. Jadi kami tampilkan nuansa yang menarik, ada tradisi, sejarah, pendidikan dan pengalaman yang bisa menarik untuk ditampilkan di kota Solo, sehingga menjadi magnet di kemudian hari untuk pariwisata,” tambahnya.
Seiring dengan citra rasa tradisional yang dijadikan kekinian tadi, maka salah seorang pengelola gerai minuman sehat “Djampi Jawi”, Tedjo Widodo menyediakan menu berbagai minuman dengan nama-nama unik, seperti “slimdeal” untuk melangsingkan tubuh dan “pancasona” untuk menambah imunitas. Arti nama kedai itu, djampi berarti ramuan dan Jawi artinya Jawa.
“Resep yang sudah kami buat, terkait dengan berbagai masalah kesehatan pada umumnya. Misalnya ada “Gagah prakoso” ramuan yang kami buat khusus untuk meningkatkan vitalitas pria. Selain itu adapula ramuan untuk menurunkan tekanan darah, disebut “Andating” atau anti darah tinggi,” ujarnya.
Menurut Tedjo, ramuan minuman sehat sudah sepantasnya dilestarikan, karena disamping menyehatkan, juga merupakan warisan budaya nenek moyang.
“Pemerintah Indonesia sudah menentukan bahwa ada tiga kota sebagai tujuan wisata kesehatan yaitu Yogyakarta, Solo dan Bali. Maka salah satu dukungan nyata kami adalah menyukseskan program pemerintah ini adalah dengan membuka kafe jamu “Djampi Jawi” untuk menunjukkan bahwa jamu itu tidak hanya identik dengan orang-orang yang berada dipinggiran, tetapi kami mencoba jamu ini naik kelas. Nantinya masyarakat akan mengenal jamu sebagai warisan leluhur Nusantara yang terus kita kembangkan”, tambahnya.
Upaya memasyarakatkan jamu kepada generasi muda antara lain dilakukan melalui nama-nama yang kekinian, seperti diungkapkan Stefani Selina yang menangani riset dan pengembangan di gerai minuman sehat itu.
“Yang pertama tentang nama-nama kreatif di dalam menu, kami tujukan untuk usia anak-anak sampai pemuda generasi Z dan milenial. Jenis minuman yang kami tawarkan adalah minuman bunga telang yang berkhasiat untuk penenang, meningkatkan daya ingat dan bagus untuk mata.”
Agar minuman sehat dapat mendukung wisata kesehatan yang digencarkan pemerintah, maka menurut Stefani perlu dibuka sarana kuliner semacam Djampi Jawi.
“Kedua kami menargetkan para pendatang dari luar kota yang ingin mencoba makanan dan minuman tradisional, apalagi ada jamu tour dan jamu experience yang berisi program tentang fungsi dan cara mengolah jamu.”
Selain di Jawa Tengah, kedai minuman sehat semacam itu juga mulai dibuka di luar Jawa, di antaranya di Balikpapan. [ps/em]
Your browser doesn’t support HTML5