Seorang misionaris asal Amerika Serikat yang menghabiskan enam tahun di tempat penyanderaan di Afrika mengatakan ia dipukuli, dirantai dan berulang kali dipaksa untuk masuk Islam.
Misionaris tersebut, Jeff Woodke, diculik pada 14 Oktober 2016 saat berada di kediamannya di Abalak, Niger, oleh kelompok ekstremis yang membunuh dua orang penjaga di kediamannya itu. Woodke mengatakan bahwa ia sempat coba untuk melarikan diri sebelum akhirnya terluka dan tertangkap, di mana tubuhnya diseret dan dilemparkan ke dalam truk yang lalu bergerak menuju perbatasan Mali.
Woodke menceritakan kisahnya kepada kantor berita Associated Press di mana ia menyebut pengalamannya "merupakan neraka" dan tahun lalu ia sempat meminta para penculiknya agar membunuhnya sebelum ia dibebaskan pada bulan Maret lalu.
BACA JUGA: AS: Afiliasi ISIS Galang Sumber Daya, Tingkatkan Kemampuan"Saya rasa bagian terberat adalah mengetahui bahwa keluarga saya, jika mereka masih hidup, mereka juga akan menderita." Seiring berjalannya waktu, Woodke mengatakan bahwa dirinya mulai merasa "lebih baik bagi diri saya untuk mati dibandingkan terus membuat hidup mereka [keluarga saya.red] sengsara. Dan perasaan itu terus tumbuh dan berkembang. Tahun terakhir saya berada di sana, saya sempat meminta mereka [para penyandera] untuk membunuh saya."
Penduduk McKinleyville, California, 62 tahun, itu dan istrinya mengatakan mereka yakin pejabat FBI menahan informasi tentang perundingan dengan para penculik. Situasi berubah memanas ketika berlangsung percakapan virtual melalui Zoom beberapa minggu sebelum Woodke akhirnya dibebaskan, di mana istri Woodke, Els, mengamuk di hadapan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengenai masalah proses tebusan yang ia anggap berpihak orang kaya.
Pernyataan mereka jarang disiarkan ke publik tentang interaksi yang rumit dan tegang yang sering terjadi sebelum pembebasan tahanan. FBI mengatakan pihaknya bekerja "tanpa lelah" untuk membawa pulang Woodke dan senang ia dapat bersatu kembali dengan keluarganya.
Woodke bekerja sebagai misionaris dan pekerja bantuan yang membuatnya bisa menjadi target penculikan, terutama di bentangan luas wilayah semikering di bawah Gurun Sahara yang dikenal sebagai Sahel, di mana ekstremis Islam telah lama menggunakan penculikan dan uang tebusan untuk mendanai operasi jihad. [my/jm/rs]