Miss DC Bantu Advokasi Korban Kekerasan Seksual

Solidaritas untuk Yuyun, korban kekerasan seksual di Indonesia. (Foto: Courtesy)

Pada jaman #MeToo, Miss District of Columbia 2019 di Washington menggunakan gelar keratuannya untuk membantu para korban kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran tentang masalah itu.

Namanya Katelynne Cox dan selain menjadi Miss DC, perempuan berusia 25 tahun itu juga menjabat sebagai organisasi yang merehabilitasi penyintas perkosaan dan mendidik anak-anak tentang cara mencegah kekerasan seksual.

Gerakan Me Too (atau gerakan #MeToo), dengan beragam nama lokal dan internasional, adalah gerakan melawan pelecehan seksual dan kekerasan seksual. Gerakan ini mulai menyebar secara viral pada bulan Oktober 2017 sebagai tagar media sosial, dalam upaya menunjukkan prevalensi pelecehan seksual yang luas dan gangguan lainnya, terutama di tempat kerja.

Sejumlah postingan berprofil tinggi dan tanggapan dari selebriti Amerika, seperti bintang film Hollywood Gwyneth Paltrow, Ashley Judd, Jennifer Lawrence, dan Uma Thurman, segera mengikutinya.

Setiap tahun, Organisasi Beasiswa Miss District of Columbia mengakui keberadaan perempuan muda berprestasi tinggi yang tinggal atau bekerja di ibukota negara.

"Organisasi Miss DC ini adalah bagian dari program Miss America dan mereka menawarkan lebih dari AS$25.000 dolar beasiswa setiap tahun kepada para peserta. Pemenangnya menerima beasiswa AS$10.000 dolar, dan ada banyak penghargaan lain yang tersedia untuk para akademisi," ujar Cox, Miss District of Columbia 2019.

Organisasi ini tidak hanya memberi para kontestan program untuk memamerkan bakat mereka, tetapi juga kesempatan untuk memilih inisiatif dampak sosial yang sangat mereka pedulikan. Bagi Cox, itu membantu para korban pemerkosaan.

“Silence is Not Compliance adalah organisasi yang saya dirikan tahun 2016 untuk membantu merehabilitasi korban penyerangan seksual. Saya menawarkan peringatan yang pemicu masalah itu. Saya selamat dari serangan seksual, diperkosa di perguruan tinggi dan saya ingin mengubah pengalaman mengerikan itu menjadi cara yang dapat membantu orang lain, sehingga saya mendirikan organisasi dan mulai melobi untuk pembuatan UU Utamakan Korban," kata Cox.

Cox mengatakan dia akan terus melobi pembuat undang-undang di Washington DC untuk mengubah cara memperlakukan korban perkosaan.

"Saya akan mengatakan, dalam kebijakan sekarang ini para korban akan diperlakukan sebagai alat untuk penuntutan, bukan sebagai korban yang mencari penyelamatan," kata Cox.

Cox mengatakan ia akan melanjutkan tugasnya sebagai Miss D.C. 2019 dan membantu para penyintas kekerasan seksual. Ini akan menjadi tahun yang sibuk baginya karena ia juga bersiap untuk mengikuti lomba Miss America 2020 bulan September ini. [ps/ii]