Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, Kamis (21/8) malam memutuskan menolak seluruh gugatan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto - Hatta Rajasa.
Mahkamah Konstitusi menilai tidak ada kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif yang dilakukan penyelenggara pemilu pada pemilu presiden 2014 seperti yang diungkapkan tim pasangan Prabowo-Hatta.
Hakim MK mengatakan tim Prabowo-Hatta dalam pokok permohonannya tidak mampu menjelaskan secara detail bagaimana kecurangan tersebut dilakukan. Saksi yang dihadirkan pasangan capres dan cawapres nomor urut satu ini juga tidak mampu membuktikan kecurangan yang terjadi.
Hakim Mahkamah Konstitusi juga menilai tidak ada bukti bahwa Daftar Pemilih Khusus, Daftar Pemilih Tambahan dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan disalahgunakan yang menguntungkan salah satu pasangan dan merugikan pasangan lain.
Sebelumnya, tim Prabowo-Hatta berpandangan adanya mobilisasi pemilih menggunakan daftar pemilih tambahan dan daftar pemilih khusus tambahan, terjadi penambahan jumlah pemilih mencapai 3,5 juta dari 13 Juni 2014 hingga 9 Juli 2014.
Selain itu, MK juga menilai hitungan suara pemilu presiden yang dinyatakan pasangan Prabowo-Hatta tidak beralasan menurut hukum. Saksi yang dihadirkan tim Prabowo-Hatta dinilai tidak mampu menunjukan kebenaran hitung-hitungan Tim Prabowo-Hatta.
Dalam pokok permohonannya, Prabowo-Hatta meminta MK agar menetapkan mereka sebagai pemenang pilpres karena mereka mengklaim mendapatkan 67.139.153 suara, sementara pasangan Jokowi-JK hanya mendapatkan 66.435.124 suara.
Sementara KPU menetapkan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 suara dan Jokowi-JK mendapatkan 70.997.833 suara.
Hamdan Zoelva menyatakan, "Amar putusan mengadili, memutuskan menolak eksepsi pemohon dan eksepsi pihak terkait, dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya."
Mahkamah Konstitusi juga menolak keberatan tim Prabowo-Hatta terkait pembukaan kotak suara oleh Komisi Pemilihan Umum dan tinta yang bisa dihapus dan politik uang.
Anggota Tim Kuasa Hukum pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Maqdir Ismail, menilai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kontradiksi dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Pertama, misalnya berhubungan dengan KPU Kabupaten Dogian , dianggap oleh MK itu tidak ada masalah tetapi oleh DKPP mereka diberhentikan secara tetap. Yang kedua, berhubungan dengan teman-teman di KPU DKI, di DKPP mereka dihukum dengan peringatan karena ada pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan," ungkap Maqdir Ismail.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Charta Politica Yunarto Wijaya mengungkapkan keputusan Mahkamah Konstitusi merupakan keputusan yang mengikat dan final. Keputusan ini diharapkan dapat diterima oleh semua pihak.
"Ketika masyarakat kembali ke ruang-ruang dengan menjadi petani, pekerja kantoran itulah demokrasi akan terus berkembang. Yang terpenting secara politik bagaimana demokrasi partisipasi dapat dilanjutkan, tidak hanya menjadikan Jokowi-JK sebagai pemenang tetapi menjadi pemimpin yang bekerja," ujar Yunarto.
Menanggapi hal ini Koalisi Merah Putih yang mewakili Prabowo-Hatta menyatakan menerima putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi menambahkan bahwa keputusan itu belum mencerminkan kebenaran.
“Putusan MK, meskipun bersikap final dan mengikat, belum tentu mencerminkan kebenaran dan keadilan substantif bagi rakyat Indonesia,” demikian ujar Tantowi Yahya yang menjadi juru bicara Koalisi Merah Putih. Lebih jauh Tantowi Yahya mengatakan sistem persidangan Mahkamah Konstitusi ternyata tidak mengindahkan pembuktian secara mendalam dan tidak dapat mengungkap keterangan saksi yang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang disetujui.