Kepala KSP Moeldoko menyindir pidato Prabowo itu sebagai “imajinasi” dan “tidak berdasarkan laporan”. Dalam acara Diseminasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi di Jakarta, Kamis (20/12/2018), jenderal purnawirawan itu mengatakan pidato Prabowo tidak berpijak pada data. Sejumlah laporan, kata dia, justru menunjukkan tren positif.
“Saya pikir ada sebuah perubahan day-to-day menuju positif bukan ke negatif, karena apa karena berbagai upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan berbagai upaya yang ditelurkan,” ucapnya kepada wartawan usai acara.
“Semuanya terekam dalam sebuah report bukan imajinasi. Jangan mengembangkan imajinasi. Kita harus berorientasi pada report luar, dari lembaga keuangan. Jangan terjebak pada mengembangkan imajinasi,” sindirnya.
Moeldoko menyebut, pidato Prabowo seolah tidak menghargai upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi yang telah dilakukan kepolisian, kejaksaan, dan KPK.
Meski sulit menghitung kejadian korupsi secara aktual, studi-studi anti-korupsi biasanya fokus pada persepsi publik dan kepercayaan terhadap pemerintah. Salah satunya ditunjukkan Survei Nasional Anti-Korupsi yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Polling Center.
Studi ini menunjukkan, upaya pemberantasan korupsi Indonesia pada 2016 dinilai “sangat serius” oleh 10 persen responden dan serius oleh 52 persen responden. Sementara pada 2017 “sangat serius” naik ke 20 persen dan “serius” bergeser ke 49 persen.
Di sisi lain, Indeks Kepercayaan dari Edelman Trust Barometer menunjukkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap pemerintah naik dari nilai 69 (2016) ke nilai 71 (2017).
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International (TI) menunjukkan skor Indonesia melesat jauh dari 20 (1998) ke 37 (2016 dan 2017). Kenaikan skor ini merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, termasuk di Asia Tenggara kecuali dibandingkan Singapura.
Saat ini, pemerintah Indonesia tengah memperluas upaya pemberantasan korupsi. Termasuk dengan menggandeng Swiss untuk melacak uang hasil korupsi yang dilarikan ke negara Eropa tersebut. Moeldoko mengatakan pemerintah kedua negara hampir selesai menyusun kesepakatan.
“Tapi setidak-tidaknya kita semuanya paham bahwa sebagian besar pelarian uang di antaranya ke sana,” jelasnya.
Ketika ditanya kapan kesepakatan itu diresmikan, dia menjawab, “Sebentar lagi, tanggal nya belum. Keinginan ke sana sudah berproses sehingga nanti tinggal menunggu waktu. Nanti akan ada SOP bagaimana penanganan dan seterusnya,” paparnya.
Pencegahan Korupsi Butuh Inovasi dan Keberanian Kepala Daerah
Dalam konferensi anti-korupsi tersebut, sejumlah kepala daerah yang dianggap berhasil mencegah korupsi di daerah yang dipimpin turut bicara. Pada kepala daerah ini menekankan pentingnya inovasi teknologi dan keberanian untuk menghapus kebiasaan korup pejabat publik.
Walikota Bogor Bima Arya memaparkan, kotanya menerapkan sejumlah inovasi teknologi untuk mencegah korupsi. Misalnya dengan menerapkan transaksi non-tunai di lingkungan pemerintah kota, serta sistem terkomputerisasi untuk mutasi jabatan, pajak, sampai dana hibah bansos. Dengan demikian, praktik calo dan proyek fiktif bisa dicegah.
“Hibah bansos juga, banyak fiktif di situ. Nggak jelas rumahnya, didorong oleh orang-orang tertentu. Dikucurin 10didapat 7 dipotong 3, Di RT RW LPM, kita bikin satu sistem di mana kita bisa lihat real time di situ. Rumah yang sudah dibantu berapa, siapa pelaksananya, progresnya sampai mana,” paparnya.
“Singkat kata, korupsi selain harus diawali komitmen pimpinan, leading by example, by doing, leading by building culture juga by building system. Teknologi kita kedepankan,” jelasnya.
Sementara Walikota Makassar Mohammad Ramadhan Pomanto menekankan pentingnya keberanian untuk memutus budaya korup. Ketika mulai menjabat, dia tidak segan menghapus sistem korup di dunia pendidikan, meski dia orang baru karena tidak punya latar belakang sebagai birokrat.
“Satu contoh terjadi korupsi besar-besaran di pendidikan. Ada namanya komite sekolah. Saya hitung-hitung 312 ribu anak-anak sekolah membayar setiap tahun 3 juta kalau dijumlahkan. Berarti 1 triliun uang beredar tanpa bisa dipertanggung-jawabkan,” papar dia yang sebelumnya jadi arsitek ini.
“Saya membubarkan itu komite sekolah kemudian saya menghapus iuran sekolah. Kemudian kami membuat jalan keluar berupa sumbangan sukarela pendidikan berkualitas,” jelasnya.
Selain Walikota Bogor dan Walikota Makassar, ada sejumlah Kepala daerah lain yang bicara mengenai inovasi daerahnya. Mereka antara lain Wakil Walikota Semarang, Wakil Walikota Bandung, Asisten Tata Pemerintahan Kupang, dan Sekda Bojonegoro. Kementerian Dalam Negeri dan pimpinan KPK juga turut bicara dalam konferensi tersebut. [rt/em]