Badan urusan perbatasan Uni Eropa akan mengirim sebuah pesawat di atas pesisir Selat Inggris untuk memonitor penyebrangan para migran selama 24 jam setiap hari, demikian pengumuman Prancis pada Minggu (28/11) setelah mendesak mitra-mitra Eropa untuk membantu menindak penyelundupan manusia.
Para menteri yang bertanggung jawab atas imigrasi dari Prancis, Jerman, Belanda dan Belgia berkumpul di pelabuhan Calais, di wilayah utara Prancis, pada Minggu (28/11) sore, empat hari setelah kecelakaan yang belum pernah terjadi sebelumnya terjadi di wilayah selat Inggris, yang menewaskan 27 orang.
BACA JUGA: Penyelundup Migran Eropa Raup Pendapatan Bersih Hingga Jutaan EuroKeempat menteri itu melangsungkan pertemuan tanpa mengikutsertakan Inggris, setelah perselisihan pekan lalu.
Keempat negara sepakat untuk “memperkuat kerjasama operasional” dalam memerangi gerombolan yang mengatur perjalanan bagi para migran yang akan melewati jalur laut yang sempit namun berbahaya, yang memisahkan antara Prancis dan Inggris.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan badan urusan perbatasan Uni Eropa, Frontex, akan mengerahkan pesawat pengintai “siang dan malam untuk membantu polisi Prancis, Belanda dan Belgia.”
BACA JUGA: Berselisih dengan Inggris, Nelayan Prancis Ancam Blokir Pelabuhan dan TerowonganDalam pembukaan pertemuan itu, Darmanin mengungkapkan kengerian yang dirasakannya pada Rabu (24/11) ketika 27 orang tenggelam setelah perahu karet yang mereka tumpangi kehabisan udara saat melintasi Selat Inggris dalam suhu musim dingin. “Kita tidak dapat menerima adanya lebih banyak orang yang tewas,” tegasnya.
Fokus utama pertemuan pada Minggu (28/11) ini awalnya adalah pembicaraan antara Darmanin dan mitranya dari Inggris, Priti Patel, setelah kedua negara bertekad akan bekerjasama mengatasi lonjakan penyebrangan migran yang terjadi pada tahun ini.
Sekitar 26.000 orang telah melakukan perjalanan laut dari Prancis ke Inggris pada tahun ini.
Tetapi 48 jam setelah tragedi yang terjadi pada Rabu (24) itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menuduh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson “tidak serius” dalam mengatasi masalah itu.
Prancis jengkel dengan reaksi awal Johnson, yang seperti mengalihkan kesalahan pada Prancis; dan juga pada keputusan Johnson untuk menulis surat pada Macron, yang kemudian dipublikasikan penuh di akun Twitter-nya sebelum pemimpin Prancis itu menerimanya. [em/rs]