Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (18/7), di Yogyakarta menetapkan 1 Syawal 1435 Hijriah atau Hari Raya Idul Fitri akan jatuh bertepatan dengan Senin Pon tanggal 28 Juli 2014.
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan tanggal tersebut diputuskan dengan menggunakan metode Hisab Hakiki atau Wujudul Hilal, yang mencakup tiga kriteria.
Kriteria pertama adalah sudah terjadi ijtima atau konjungsi (bulan), ijtima terjadi sebelum terbenam matahari, dan yang ketiga saat terbenam matahari - bulan masih belum terbenam atau berada di atas ufuk.
Dengan penetapan 1 Syawal 1435 Hijriah pada 28 Juli 2014, diharapkan Idul Fitri yang ditetapkan oleh PP Muhammadiyah akan sama dengan penetapan dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Sebab tinggi bulan sudah mencapai 3 derajat dan biasanya pemerintah menggunakan kriteria 2 derajat.
Sementara itu, menjawab pertanyaan tentang digunakannya kalender Islam internasional di Indonesia sebagai upaya menghindari perbedaan penetapan hari-hari besar Islam khususnya penentuan awal Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (kajian dan pembaruan) PP Muhammadiyah Prof. DR. H. Syamsul Anwar mengatakan, masih diperlukan upaya kompromi.
Kompromi tersebut khususnya terkait dengan metode yang digunakan yaitu metode hisab sementara masih banyak menggunakan metode rukyat atau mengamati datangnya bulan baru secara visual, ujarnya.
"Ya kita berharap secepatnya bisa. Tapi memang ada yang krusial. Krusialnya itu adalah kalau mau menyatukan kalender itu tidak mau tidak kita harus menggunakan hisab, tidak mungkin pakai rukyat karena rukyat itu tidak bisa meng-cover seluruh permukaan bumi pada hari pertama terjadi rukyat itu terbatas. Oleh karena itu mau tidak mau kita harus pakai hisab. Inilah, umat Islam belum seluruhnya bisa menerima hisab," ujarnya.