Majelis Ulama Indonesia dan Forum Ukhuwah Islamiyah mendesak partai politik peserta pemilu 2014 yang berbasis massa Islam, berkoalisi jelang pemilihan Presiden Juli mendatang.
JAKARTA —
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang terdiri dari organisasi massa berbasis Islam di Indonesia mendesak partai politik peserta pemilu 2014 yang berbasis Islam menggabungkan diri untuk berkoalisi jelang pemilihan Presiden Juli mendatang.
Ketua Umum MUI Din Syamsuddin usai memimpin rapat tertutup bersama FUI di Jakarta Senin (21/4) mengimbau seluruh parpol Islam agar bersatu untuk membentuk sebuah koalisi strategis di Pilpres 2014 karena menurutnya hal ini sebagai tanggung jawab parpol Islam atas kepercayaan publik.
"Kami mengetuk hati, mendorong, agar perolehan suara yang cukup signifikan dari partai-partai berbasis Islam yang (kalau digabung) mencapai 32 % dari perolehan suara sementara. Suara ini jangan disia-siakan, ini aspirasi umat yang masih menaruh harapan pada partai-partai Islam agar berjuang menjelmakan nilai-nilai Islam dalam perpolitikan nasional Indonesia," kata Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin menegaskan, desakan agar partai-partai berbasis Islam berkoalisi ini, bukan bermaksud untuk mengarahkan dukungan politik kepada calon presiden manapun.
"MUI dan FUI tidak mengarahkan untuk mencalonkan atau mendukung pencalonan seseorang, baik untuk calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres). Tapi lebih untuk mendorong partai-partai Islam agar mampu memiliki kewenangan untuk mengajukan capres dan cawapres. Dan bisa memanfaatkan anugrah perolehan suara (jika digabung) 32 persen yang merupakan anugrah dari Allah Subahanah Wa ta’ala. Dan inilah amanah dari umat Islam yang hari ini kami suarakan," lanjutnya.
Din menambahkan, MUI dan FUI mensyukuri pelaksanaan pemilihan umum legislatif berlangsung dengan aman dan lancar. Namun ia menyayangkan rendahnya kualitas pemilu karena masih terjadinya persoalan Daftar Pemilih Tetap, distribusi kertas suara, jual beli suara, hingga praktik politik uang yang menciptakan politik transaksional.
Wakil Ketua Kerjasama Internasional Muhamaddiyah Muhidin Junaidi memastikan, Muhamadiyah berharap, koalisi partai-partai Islam nantinya dapat mencalonkan sendiri calon Presiden yang mampu memperjuangkan aspirasi umat Islam dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.
"Mereka pertama bisa mengusung capres sendiri. Atau kedua bisa mengusung cawapres yang memiliki komitmen tinggi untuk perjuangan umat Islam di Indonesia. Siapapun yang jadi Presiden atau Wakil Presiden juga mampu menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi," kata Muhidin Junaidi.
Beberapa hari sebelum pernyataan sikap dari MUI dan FUI ini beberapa organisasi masyarakat dan beberapa partai berbasis Islam melakukan pertemuan di Jakarta yang dihadiri oleh tokoh-tokoh sentral partai seperti Amin Rais dari Partai Amanat Nasional dan Hidayat Nur Wahid dari Partai Keadilan Sejahtera. Dalam pertemuan itu muncul istilah koalisi 'Indonesia Raya'.
Namun sehari setelah pertemuan itu, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mendeklarasikan dukungan PPP kepada Prabowo Subianto, capres dari Partai Gerindra. Meski belakangan dukungan itu digugat oleh beberapa petinggi partai berlambang Ka’bah itu, namun Suryadharma memastikan PPP tetap mendukung Prabowo.
"Dengan pernyataan PPP memberikan dukungan kepada Prabowo, tidak ada satupun pengurus partai PPP yang akan membangkang dengan perintah ini," kata Suryadharma.
Sementara itu Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Djafar mengatakan PKB akan berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis. "PKB sendiri belum menentukan kearah manapun. Tapi sinyalnya saya akan memberi tahu bahwa akan berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis," jelas Marwan Djafar.
Pengamat politik Universitas Gajah Mada Ari Dwipayana kepada VOA melihat kecil kemungkinan munculnya koalisi dari partai-partai berbasis massa Islam karena faktor figur pemersatu dan tidak solidnya satu partai dengan partai lainnya.
"Mengenai modal suara memang jumlah modal suara yang bisa dikumpulkan memang mencukupi untuk membentuk poros koalisi. Tapi mereka ada kesulitan untuk figur pemersatu. Yang kedua secara histories mereka ada hubungan tidak harmonis antara 1 partai dengan partai yang lain. Jadi ya poros koalisi baru yang dibangun berdasarkan sentimen Islam ini sulit diwujudkan," ujar Ari Dwipayana.
Berturut-turut perolehan suara pemilu legislatif dari hitung cepat Kompas, dari partai berbasis massa Islam, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9,12 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,99 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 7,51persen, Partai Persatuan Pembangunan (P3) 6,68 persen dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,5 persen.
Ketua Umum MUI Din Syamsuddin usai memimpin rapat tertutup bersama FUI di Jakarta Senin (21/4) mengimbau seluruh parpol Islam agar bersatu untuk membentuk sebuah koalisi strategis di Pilpres 2014 karena menurutnya hal ini sebagai tanggung jawab parpol Islam atas kepercayaan publik.
"Kami mengetuk hati, mendorong, agar perolehan suara yang cukup signifikan dari partai-partai berbasis Islam yang (kalau digabung) mencapai 32 % dari perolehan suara sementara. Suara ini jangan disia-siakan, ini aspirasi umat yang masih menaruh harapan pada partai-partai Islam agar berjuang menjelmakan nilai-nilai Islam dalam perpolitikan nasional Indonesia," kata Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin menegaskan, desakan agar partai-partai berbasis Islam berkoalisi ini, bukan bermaksud untuk mengarahkan dukungan politik kepada calon presiden manapun.
"MUI dan FUI tidak mengarahkan untuk mencalonkan atau mendukung pencalonan seseorang, baik untuk calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres). Tapi lebih untuk mendorong partai-partai Islam agar mampu memiliki kewenangan untuk mengajukan capres dan cawapres. Dan bisa memanfaatkan anugrah perolehan suara (jika digabung) 32 persen yang merupakan anugrah dari Allah Subahanah Wa ta’ala. Dan inilah amanah dari umat Islam yang hari ini kami suarakan," lanjutnya.
Din menambahkan, MUI dan FUI mensyukuri pelaksanaan pemilihan umum legislatif berlangsung dengan aman dan lancar. Namun ia menyayangkan rendahnya kualitas pemilu karena masih terjadinya persoalan Daftar Pemilih Tetap, distribusi kertas suara, jual beli suara, hingga praktik politik uang yang menciptakan politik transaksional.
Wakil Ketua Kerjasama Internasional Muhamaddiyah Muhidin Junaidi memastikan, Muhamadiyah berharap, koalisi partai-partai Islam nantinya dapat mencalonkan sendiri calon Presiden yang mampu memperjuangkan aspirasi umat Islam dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.
"Mereka pertama bisa mengusung capres sendiri. Atau kedua bisa mengusung cawapres yang memiliki komitmen tinggi untuk perjuangan umat Islam di Indonesia. Siapapun yang jadi Presiden atau Wakil Presiden juga mampu menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi," kata Muhidin Junaidi.
Beberapa hari sebelum pernyataan sikap dari MUI dan FUI ini beberapa organisasi masyarakat dan beberapa partai berbasis Islam melakukan pertemuan di Jakarta yang dihadiri oleh tokoh-tokoh sentral partai seperti Amin Rais dari Partai Amanat Nasional dan Hidayat Nur Wahid dari Partai Keadilan Sejahtera. Dalam pertemuan itu muncul istilah koalisi 'Indonesia Raya'.
Namun sehari setelah pertemuan itu, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mendeklarasikan dukungan PPP kepada Prabowo Subianto, capres dari Partai Gerindra. Meski belakangan dukungan itu digugat oleh beberapa petinggi partai berlambang Ka’bah itu, namun Suryadharma memastikan PPP tetap mendukung Prabowo.
"Dengan pernyataan PPP memberikan dukungan kepada Prabowo, tidak ada satupun pengurus partai PPP yang akan membangkang dengan perintah ini," kata Suryadharma.
Sementara itu Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Djafar mengatakan PKB akan berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis. "PKB sendiri belum menentukan kearah manapun. Tapi sinyalnya saya akan memberi tahu bahwa akan berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis," jelas Marwan Djafar.
Pengamat politik Universitas Gajah Mada Ari Dwipayana kepada VOA melihat kecil kemungkinan munculnya koalisi dari partai-partai berbasis massa Islam karena faktor figur pemersatu dan tidak solidnya satu partai dengan partai lainnya.
"Mengenai modal suara memang jumlah modal suara yang bisa dikumpulkan memang mencukupi untuk membentuk poros koalisi. Tapi mereka ada kesulitan untuk figur pemersatu. Yang kedua secara histories mereka ada hubungan tidak harmonis antara 1 partai dengan partai yang lain. Jadi ya poros koalisi baru yang dibangun berdasarkan sentimen Islam ini sulit diwujudkan," ujar Ari Dwipayana.
Berturut-turut perolehan suara pemilu legislatif dari hitung cepat Kompas, dari partai berbasis massa Islam, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9,12 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,99 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 7,51persen, Partai Persatuan Pembangunan (P3) 6,68 persen dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,5 persen.