Majelis Ulama Indonesia dalam pernyataan sikapnya mengusulkan agar pembuat film "The Innocence of Muslims" diajukan ke Mahkamah Internasional.
Protes keras dari masyarakat muslim di Indonesia terkait peredaran film "The Innocence of Muslims" terus berlangsung. Film ini dianggap telah menghina umat muslim. Majelis Ulama Indonesia dalam pernyataan sikapnya mengusulkan agar pembuat film ini diajukan ke Mahkamah Internasional.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan di Jakarta, Rabu (19/9), film "The Innocence of Muslims" telah mengguncang dunia, dalam hal ini umat Islam, karena telah menghina agama Islam, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat Nabi. Karena itu menurutnya, film yang dibuat oleh sutradara Nakoula Basseley warga Amerika Serikat ini, mendapat penolakkan bahkan perlawanan yang luar biasa dari umat Islam termasuk umat Islam di Indonesia. Meski demikian Amidhan memastikan, pemerintah Amerika Serikat tidak terkait dengan pembuatan film ini.
Menurut Amidhan, MUI mengusulkan agar kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional melalui Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun menurutnya pemerintah Amerika Serikat juga perlu melakukan proses hukum terhadap Nakoula Basseley.
"Itu bukan Amerika sebagai negara, tapi warganegaranya yang telah meresahkan dengan membuat film itu. Kita bisa menuntut melalui undang-undang internasional yang ada di Mahkamah Internasional, yaitu International Covenant on Civil and Social Political Right," ujar Amidhan. "Saya pikir OKI juga bisa melakukan sesuatu terkait hal ini. Tapi dari pemerintah Amerika sendiri harus ada tindakan yang memadai terhadap yang membuat film ini, karena dia sudah membuat rusuh dunia," lanjutnya.
Terkait hal ini, Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mangatakan sulit jika masalah ini dibawa ke forum Mahkamah Internasional. Karena menurutnya Mahkamah Internasional hanya menangani sengketa antar negara, bukan mengadili seseorang.
"Apakah bisa diajukan ke Mahkamah Internasional? Maka jawabannya adalah itu sangat sulit sekali. Alasannya, Mahkamah Internasional tidak mengadili secara perorangan, tetapi sengketa antar negara. Kedua, sengketa yang diselesaikan Mahkamah Internasional harus mendapat persetujuan dari negara-negara yang bersengkata," kata Hikmahanto. "Mahkamah Internasional tidak akan memproses sebuah kasus, jika tidak ada persetujuan dari negara-negara yang bersengketa, agar dapat tunduk pada Mahkamah Internasional," tambahnya.
Hikmahanto mengusulkan ada baiknya Presiden SBY menyurati Organisasi Konferensi Islam (OKI), agar OKI dapat meminta kepada Presiden Amerika Serikat Barrack Obama untuk memproses hukum pelaku pembuat film itu.
"Menurut saya, Presiden (dapat) menyampaikan kepada OKI agar OKI menyampaikan kepada Presiden Obama agar pelaku pembuat film ini bisa diproses hukum," jelas Hikmahanto.
Protes keras dari masyarakat muslim di Indonesia terkait peredaran film The Innocence of Moslem terus terjadi. Aksi demontrasi memprotes film yang dianggap telah menghina umat Islam itu, merebak di berbagai kota di Indonesia diantaranya di Jakarta.
Sekitar 300 orang massa Partai Keadilan Sejahtera, Rabu (19/9), mendatangi kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di jalan Medan Merdeka Selatan. Para pengunjuk rasa menggelar orasi sekitar 10 meter di depan gerbang utama kantor Kedubes AS. Mereka juga melakukan pelemparan telur dan botol air mineral ke dalam halaman kantor kedubes AS, serta merobek replika bendera AS.
Meski demikian, aksi ini berlangsung tertib, tidak ada bentrokkan sebagaimana aksi serupa Senin (17/9) lalu. Dan penjagaan aparat polisi hanya sekitar 30 orang personil.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan di Jakarta, Rabu (19/9), film "The Innocence of Muslims" telah mengguncang dunia, dalam hal ini umat Islam, karena telah menghina agama Islam, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat Nabi. Karena itu menurutnya, film yang dibuat oleh sutradara Nakoula Basseley warga Amerika Serikat ini, mendapat penolakkan bahkan perlawanan yang luar biasa dari umat Islam termasuk umat Islam di Indonesia. Meski demikian Amidhan memastikan, pemerintah Amerika Serikat tidak terkait dengan pembuatan film ini.
Menurut Amidhan, MUI mengusulkan agar kasus ini dibawa ke Mahkamah Internasional melalui Organisasi Konferensi Islam (OKI). Namun menurutnya pemerintah Amerika Serikat juga perlu melakukan proses hukum terhadap Nakoula Basseley.
"Itu bukan Amerika sebagai negara, tapi warganegaranya yang telah meresahkan dengan membuat film itu. Kita bisa menuntut melalui undang-undang internasional yang ada di Mahkamah Internasional, yaitu International Covenant on Civil and Social Political Right," ujar Amidhan. "Saya pikir OKI juga bisa melakukan sesuatu terkait hal ini. Tapi dari pemerintah Amerika sendiri harus ada tindakan yang memadai terhadap yang membuat film ini, karena dia sudah membuat rusuh dunia," lanjutnya.
Terkait hal ini, Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mangatakan sulit jika masalah ini dibawa ke forum Mahkamah Internasional. Karena menurutnya Mahkamah Internasional hanya menangani sengketa antar negara, bukan mengadili seseorang.
"Apakah bisa diajukan ke Mahkamah Internasional? Maka jawabannya adalah itu sangat sulit sekali. Alasannya, Mahkamah Internasional tidak mengadili secara perorangan, tetapi sengketa antar negara. Kedua, sengketa yang diselesaikan Mahkamah Internasional harus mendapat persetujuan dari negara-negara yang bersengkata," kata Hikmahanto. "Mahkamah Internasional tidak akan memproses sebuah kasus, jika tidak ada persetujuan dari negara-negara yang bersengketa, agar dapat tunduk pada Mahkamah Internasional," tambahnya.
Hikmahanto mengusulkan ada baiknya Presiden SBY menyurati Organisasi Konferensi Islam (OKI), agar OKI dapat meminta kepada Presiden Amerika Serikat Barrack Obama untuk memproses hukum pelaku pembuat film itu.
"Menurut saya, Presiden (dapat) menyampaikan kepada OKI agar OKI menyampaikan kepada Presiden Obama agar pelaku pembuat film ini bisa diproses hukum," jelas Hikmahanto.
Protes keras dari masyarakat muslim di Indonesia terkait peredaran film The Innocence of Moslem terus terjadi. Aksi demontrasi memprotes film yang dianggap telah menghina umat Islam itu, merebak di berbagai kota di Indonesia diantaranya di Jakarta.
Sekitar 300 orang massa Partai Keadilan Sejahtera, Rabu (19/9), mendatangi kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di jalan Medan Merdeka Selatan. Para pengunjuk rasa menggelar orasi sekitar 10 meter di depan gerbang utama kantor Kedubes AS. Mereka juga melakukan pelemparan telur dan botol air mineral ke dalam halaman kantor kedubes AS, serta merobek replika bendera AS.
Meski demikian, aksi ini berlangsung tertib, tidak ada bentrokkan sebagaimana aksi serupa Senin (17/9) lalu. Dan penjagaan aparat polisi hanya sekitar 30 orang personil.