MUI mendesak pemerintah Indonesia untuk berperan aktif menyelesaikan kekerasan yang dilakukan kepada suku Rohingya di Burma.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk segala bentuk tindakan kekerasan terhadap kaum muslim Rohingya di Burma, dan mendesak pemerintah Indonesia berperan aktif menyelesaikan persoalan tersebut.
Ketua MUI Ma’ruf Amin kepada wartawan di kantornya pada Rabu (25/7) mengatakan tindakan kekerasan yang dilakukan pemerintah Burma itu merupakan suatu kejahatan atas kemanusiaan.
Menurut Ma’ruf, upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan kewarganegaraan, pembantaian massal, pengusiran, pembakaran, pelarangan beribadah, penutupan jalur pasokan makanan dan sejumlah tindakan brutal lainnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Untuk itu MUI mendesak pemerintah Indonesia untuk berperan aktif menyelesaikan kekerasan terhadap suku Rohingya di Burma serta memberikan bantuan kemanusiaan.
“Kita minta supaya PBB lebih mengambil peran aktif seperti juga pada hal-hal yang lain atau pada peristiwa-peristiwa yang lain. Kepada pemerintah Indonesia, kita minta agar juga mengambil peran untuk penyelesaian tragedi Burma ini, mendesak pemerintah Burma menghentikan kegiatan untuk mengusir dan memperlakukan tidak baik,” ujar Ma’ruf.
Data MUI menunjukkan bahwa saat ini hampir sekitar 7.000 orang dari suku Rohingya yang sudah dibunuh.
Ketua Kaukus Antar Parlemen ASEAN untuk Burma, Eva Kusuma Sundari, sangat menyayangkan negara-negara ASEAN termasuk Indonesia yang tidak melakukan tindakan apapun terkait kasus kekerasan yang menimpa etnis Rohingya di Burma.
Padahal salah satu butir dalam Piagam ASEAN menyatakan agar komunitas ASEAN sensitif dan responsif terhadap persoalan hak asasi manusia. Politikus dari PDI Perjuangan ini berharap Indonesia bisa memainkan peranannya sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik ini.
“Patani [di Thailand] mengalami problem, kedua belah pihak ke Jakarta untuk berekonsiliasi atau bernegosiasi, demikian juga ketika ada konflik di Filipina, itu Moro kan juga ke Jakarta. Nah kenapa tidak untuk kasus Burma, Kamboja dan Filipina juga dibantu oleh Indonesia. Indonesia mempunyai potensi besar untuk melakukan tindakan-tindakan sifatnya solutif. Saya berharap Presiden melakukan terobosan atau sesuatu yang selama ini sudah dilakukan yaitu peran untuk memfasilitasi penyelesaian-penyelesaian konflik di anggota-anggota ASEAN,” ujar Eva.
Ia meminta agar pemerintah Burma secepat mungkin mencari cara yang tegas dan adil untuk mengakhiri konflik di wilayah pinggiran barat Burma itu, serta memberikan perlindungan dan status kewarganegaraan kepada ratusan ribu warga Rohingya yang telah hidup lama di Burma .
Selama lebih dari tiga generasi, para warga dari etnis Rohingya yang keturunan Bangladesh, menetap di negara bagian Rakhine, Burma.
Sementara itu Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan keprihatinannya atas masalah kemanusiaan yang terjadi di Burma.
Pemerintah Indonesia, menurut Faizasyah akan melakukan peran sebagai negara yang mendorong proses transformasi di Burma.
“Kita mengharapkan ke depannya proses transformasi di sana bisa bersifat inklusif, memberi ruang seluas-luasnya bagi kelompok minoritas. Dengan demikian demokrasi tersebut benar-benar membuka harapan baru bagi Burma yang lebih damai, dan memberikan berbagai kelompok untuk menjadi bagian dari Burma yang tereformasi dan menjadi demokratis,” ujarnya.
Pemerintah Burma menolak mengakui keberadaan suku Rohingya di Burma. Mereka mengatakan penduduk Rohingya bukan asli Burma. Pemerintah Burma juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai migran ilegal. Meskipun mereka telah tinggal di Burma selama beberapa generasi.
Ketua MUI Ma’ruf Amin kepada wartawan di kantornya pada Rabu (25/7) mengatakan tindakan kekerasan yang dilakukan pemerintah Burma itu merupakan suatu kejahatan atas kemanusiaan.
Menurut Ma’ruf, upaya sengaja untuk merampas hak atas tanah, penolakan kewarganegaraan, pembantaian massal, pengusiran, pembakaran, pelarangan beribadah, penutupan jalur pasokan makanan dan sejumlah tindakan brutal lainnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Untuk itu MUI mendesak pemerintah Indonesia untuk berperan aktif menyelesaikan kekerasan terhadap suku Rohingya di Burma serta memberikan bantuan kemanusiaan.
“Kita minta supaya PBB lebih mengambil peran aktif seperti juga pada hal-hal yang lain atau pada peristiwa-peristiwa yang lain. Kepada pemerintah Indonesia, kita minta agar juga mengambil peran untuk penyelesaian tragedi Burma ini, mendesak pemerintah Burma menghentikan kegiatan untuk mengusir dan memperlakukan tidak baik,” ujar Ma’ruf.
Data MUI menunjukkan bahwa saat ini hampir sekitar 7.000 orang dari suku Rohingya yang sudah dibunuh.
Ketua Kaukus Antar Parlemen ASEAN untuk Burma, Eva Kusuma Sundari, sangat menyayangkan negara-negara ASEAN termasuk Indonesia yang tidak melakukan tindakan apapun terkait kasus kekerasan yang menimpa etnis Rohingya di Burma.
Padahal salah satu butir dalam Piagam ASEAN menyatakan agar komunitas ASEAN sensitif dan responsif terhadap persoalan hak asasi manusia. Politikus dari PDI Perjuangan ini berharap Indonesia bisa memainkan peranannya sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik ini.
“Patani [di Thailand] mengalami problem, kedua belah pihak ke Jakarta untuk berekonsiliasi atau bernegosiasi, demikian juga ketika ada konflik di Filipina, itu Moro kan juga ke Jakarta. Nah kenapa tidak untuk kasus Burma, Kamboja dan Filipina juga dibantu oleh Indonesia. Indonesia mempunyai potensi besar untuk melakukan tindakan-tindakan sifatnya solutif. Saya berharap Presiden melakukan terobosan atau sesuatu yang selama ini sudah dilakukan yaitu peran untuk memfasilitasi penyelesaian-penyelesaian konflik di anggota-anggota ASEAN,” ujar Eva.
Ia meminta agar pemerintah Burma secepat mungkin mencari cara yang tegas dan adil untuk mengakhiri konflik di wilayah pinggiran barat Burma itu, serta memberikan perlindungan dan status kewarganegaraan kepada ratusan ribu warga Rohingya yang telah hidup lama di Burma .
Selama lebih dari tiga generasi, para warga dari etnis Rohingya yang keturunan Bangladesh, menetap di negara bagian Rakhine, Burma.
Sementara itu Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan keprihatinannya atas masalah kemanusiaan yang terjadi di Burma.
Pemerintah Indonesia, menurut Faizasyah akan melakukan peran sebagai negara yang mendorong proses transformasi di Burma.
“Kita mengharapkan ke depannya proses transformasi di sana bisa bersifat inklusif, memberi ruang seluas-luasnya bagi kelompok minoritas. Dengan demikian demokrasi tersebut benar-benar membuka harapan baru bagi Burma yang lebih damai, dan memberikan berbagai kelompok untuk menjadi bagian dari Burma yang tereformasi dan menjadi demokratis,” ujarnya.
Pemerintah Burma menolak mengakui keberadaan suku Rohingya di Burma. Mereka mengatakan penduduk Rohingya bukan asli Burma. Pemerintah Burma juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai migran ilegal. Meskipun mereka telah tinggal di Burma selama beberapa generasi.