Hasil Munas Partai Golkar di Bali beberapa waktu lalu membuat Partai Demokrat bereaksi. Menurut politisi Partai Demokrat, Didik Irawadi Syamsuddin, keputusan dalam hasil munas tersebut dan didukung Koalisi Merah Putih yang menyatakan menolak Pilkada langsung membuat Partai Demokrat kecewa.
Dalam sambutannya pada penutupan Musyawarah Nasional atau Munas ke IX Partai Golkar di Bali, Aburizal Bakrie yang kembali terpilih menjadi ketua umum menyampaikan Golkar bersama KMP menolak Pilkada langsung dan dengan demikian anggota DPR RI dari KMP tidak akan mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pilkada.
Keputusan tersebut membuat Partai Demokrat kecewa dan kemungkinan akan bergabung bersama Koalisi Indonesia Hebat atau KIH. Demikian disampaikan politisi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin kepada pers usai diskusi di Jakarta, Sabtu.
Meski Partai Demokrat menegaskan menjadi partai penyeimbang, menurutnya kedepannya nanti tidak tertutup kemungkinan Partai Demokrat akan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo. Intinya ditegaskannya, Partai Demokrat mendukung Pilkada langsung.
“Siapapun yang mendukung Pilkada langsung kami akan merapat, karena ini merupakan aspirasi yang dikehendaki oleh rakyat, sudah 10 tahun negeri ini melalukan Pilkada secara langsung, rakyat bisa merasa dekat dengan calon pimpinannya, bupati, wali kota, gubernur, kalau ini sampai dicabut, dihilangkan, dirampas hak rakyat ini apa yang terjadi bagi negeri ini kedepan, kemunduran besar bagi proses demokrasi,” kata Didi Irawadi Syamsuddin.
Pada kesempatan sama politisi Partai Golkar yang juga anggota Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agun Gunanjar mengatakan, menolak hasil Munas Partai Golkar di Bali dan akan menyelenggarakan Munas di Jakarta pada Januari 2015. Ia menambahkan, kemungkinan hasil munas nanti juga akan mendukung Pilkada langsung.
“Kita harus, berkewajiban menyelanggarakan munas, yang kita lakukan itu bukan munas tandingan, munas konstitusional sesuai dengan AD-ART, kita tetapkan waktunya pada bulan Januari,” jelas Agun Gunanjar.
Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengakui sebenarnya sulit dipercaya bahwa Partai Golkar yang selama ini kuat sebagai partai terbesar di Indonesia akhirnya terpecah. Menurutnya inilah era kemunduran Partai Golkar. Ia juga menilai saat ini KMP tidak lagi dikendalikan Prabowo Subianto melainkan dikendalikan Aburizal Bakrie.
“Jelas ini kemunduran, kemunduran secara internal karena ada dua munas, Golkar ini sendiri ditarik menjadi alat kepentingan dari Aburizal, contoh mereka menolak Perppu, kan kalau melalui DPRD maka ketua-ketua DPD yang saat ini potensial dicalonkan sebagai calon kepala daerah, dengan kekuatan KMP bisa lebih bisa dipastikan bahwa mereka menang, 70 persen daerah itu mereka bisa kuasai,” kata Ray Rangkuti.
Ray Rangkuti menilai, jika sebelumnya KPM dan KIH di DPR RI memutuskan berdamai, hal tersebut sulit dibuktikan karena sampai saat ini masing-masing kelompok tetap berseberangan dalam berbagai hal. Kondisi tersebut menurutnya seharusnya tidak terus terjadi karena membuat pemerintah dan DPR RI sulit untuk mulai bekerja.
“Setiap kelompok diantara dua kelompok ini lebih menyukai penajaman perbedaan ketimbang mencari titik temu, lebih senang mencari hal-hal yang berbeda daripada hal-hal yang kelihatan mereka bisa bertemu,” lanjutnya.