Musisi Indonesia Keberatan atas RUU Permusikan

Komunitas musik punk berjoget pada acara festival musik punk di Bandung, Jawa Barat (foto: ilustrasi).

Lebih dari 200 musisi Indonesia telah memulai gerakan menentang rancangan undang-undang tentang musik (RUU Permusikan) yang sedang dibahas di DPR dan dinilai akan membatasi kebebasan berekspresi. Berikut laporan wartawan VOA di Jakarta, Amanda Siddharta.

Mondo Gascaro, penggubah dan produser musik, dan salah seorang pemrakarsa Koalisi Nasional menentang RUU Permusikan, mengatakan sebagian besar pasal dalam RUU itu bermasalah.

"Pasal-pasal ini tidak membahas masalah tentang kesejahteraan orang-orang dalam industri musik. Peraturan pemerintah seharusnya memastikan ekosistem yang baik bagi industri musik, dan sebaliknya pasal-pasal dalam RUU ini bisa berpotensi membatasi kebebasan musisi dalam berekspresi," ujar Gascaro kepada VOA.

Gascaro percaya RUU itu juga bermasalah karena tidak jelas apa masalah yang hendak diatur pemerintah karena RUU itu hanya berfokus pada musisi.

Koalisi menyerukan agar RUU itu dihapus. Menurut Arian Arifin, vokalis band heavy metal Seringai, tidak ada gunanya merevisi RUU itu karena lebih dari 80 persen pasalnya tidak teratur.

Salah satu grup musik yang tampil dalam acara Ngayogjazz di Yogyakarta. (Foto ilustrasi: VOA/Munarsih)

Meskipun RUU Permusikan telah dimasukkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019, dan mungkin disahkan tahun ini, anggota DPR Inosentius Samsul mengatakan RUU itu belumlah final.

Salah satu sumber yang dikutip dalam RUU itu adalah halaman Blogspot yang ditulis siswi SMK di Kalimantan Tengah.

Rara Sekar Larasati, penyanyi dan peneliti Antropologi Budaya, mempertanyakan sumber-sumber yang digunakan sebagai dasar naskah RUU itu. Ia mengatakan kekhawatiran utama bagi para seniman adalah kemungkinan musisi dituntut dan dipenjara berdasar RUU tersebut.

Asfinawati, direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengatakan Pasal 50, pada akhir RUU, menyatakan siapa pun yang melanggar Pasal 5 bisa dihukum dengan hukuman penjara atau denda.

Juga ada Pasal 32 yang menyatakan, supaya profesinya diakui, musisi harus mengikuti uji kompetensi.

Gede Robi, anggota band Indie, Navicula, percaya pasal itu bisa digunakan untuk membungkam musisi independen yang kritis terhadap pemerintah.

"Kami ingin negara membuat hidup kami lebih mudah dengan tidak mengurangi upaya kami," kata Gede.

Menurut Robi, RUU yang ditulis asal jadi akan merugikan industri musik di Indonesia, terutama band-band independen yang lebih kecil. (ka)