Pembersihan yang diprakarsai oleh Elon Musk di Twitter ketika dia mengambil alih perusahaan itu membuat lebih dari setengah dari 7.500 karyawannya tidak lagi aktif di perusahaan itu dan sekarang banyak dari mereka menuntut taipan SpaceX dan Tesla tersebut di pengadilan.
Raksasa media sosial itu menghadapi semakin banyak kasus tuntutan terkait ketentuan pemutusan hubungan kerja tersebut dan bahkan keluhan ke pemerintah kota San Francisco bahwa Musk secara ilegal mengubah ruang kantor menjadi kamar tidur sehingga pekerja dapat tidur di tempat kerja.
“Sangat memprihatinkan bahwa orang terkaya di dunia ini berpikir bahwa dia dapat melanggar hak-hak karyawan dan tidak harus mengikuti hukum. Kami bermaksud meminta pertanggungjawabannya,” kata pengacara Shannon Liss-Riordan.
Liss-Riordan memimpin kasus tuntutan demikian terhadap Twitter, pada intinya berpendapat bahwa beberapa karyawan tidak menerima pesangon dan kompensasi yang dijanjikan kepada mereka sebelum pengambilalihan perusahaan oleh Musk.
Jaminan itu, termasuk bonus dan opsi saham, dibuat untuk mempertahankan karyawan di Twitter, dan memberikan jaminan untuk paket kompensasi untuk PHK ketika kedatangan Musk mengambil alih Twitter semakin dekat.
Kasus-kasus lain adalah tuntutan terhadap Musk atas ultimatumnya agar staf menandatangani visinya untuk perusahaan dan merangkul etos kerja keras, atau mengambil tiga bulan gaji mereka dan berhenti dari perusahaan.
Pengacara mengatakan ultimatum demikian adalah rencana PHK terselubung yang mengabaikan hukum California dengan menolak kompensasi pekerja dan waktu peringatan 60 hari yang diwajibkan oleh hukum.
Penghentian kebijakan yang membolehkan karyawan bekerja dari rumah juga ditentang. Karyawan penyandang disabilitas atau masalah kesehatan lainnya melihat perintah untuk kembali ke kantor itu diskriminatif.
“Ada pengabaian secara blak-blakan terhadap kondisi pribadi seperti masalah medis yang relevan. Semua ini dilakukan sementara Musk melecehkan kami di depan umum di Twitter,” kata mantan karyawan senior di Twitter, Amir Shevat.
Shevat dan karyawan lainnya diwakili oleh Lisa Bloom, seorang pengacara terkenal di Los Angeles.
Bloom sedang menangani klaim arbitrase karena banyak karyawan Twitter yang melepaskan hak mereka untuk menuntut perusahaan di pengadilan ketika mereka bergabung dengan Twitter. [lt/uh]