Sejak serangan teror 11 September 2001 di Amerika, pihak berwenang khawatir warga Muslim Amerika mungkin menjadi radikal dan terlibat dalam aktivitas teroris di wilayah Amerika. Baru-baru ini, kelompok militan ISIS mendesak para pendukungnya agar membunuh tentara Amerika yang masuk dalam daftar ancaman mereka.
Namun kajian oleh sejumlah universitas di negara bagian North Carolina menyimpulkan warga Muslim Amerika secara keseluruhan tidak tergerak sama sekali oleh imbauan semacam itu.
Besar dalam keluarga Muslim di Amerika, Sally Ayad tidak pernah terkena dampak langsung konflik di Timur Tengah. Ia mengatakan "berbagai laporan dan hal yang terjadi di kawasan itu tidak pernah kami alami di sini dan kami tidak pernah diajarkan untuk mengecam ataupun membenarkannya sama sekali."
Bagi warga Muslim di masjidnya di Raleigh, North Carolina, dan di seluruh Amerika, situasinya kurang lebih serupa. Namun banyak di antara mereka yang sering dicurigai dan dianggap sebagai calon teroris.
Sejak serangan teror 11 September 2001, lingkungan-lingkungan Muslim seperti di Raleigh itu sangat sering menjadi fokus perhatian. Tetapi sebuah kajian komprehensif baru menyimpulkan bahwa fokus semacam ini salah arah.
Peneliti Charles Kurzman menghitung jumlah warga Muslim Amerika yang telah ditangkap karena diduga merencanakan atau melakukan kekerasan sejak tahun 2001. Angkanya adalah sekitar 250 orang.
Angka itu mungkin terdengar besar, tetapi itu sangatlah kecil dibandingkan dengan total sekitar tiga juta warga Muslim di Amerika.
Termasuk diantaranya adalah Dzokhar Tsarnaev, pelaku serangan bom pada maraton di Boston, Nidal Hassan, pelaku tembakan di pangkalan militer Fort Hood, dan Abdirahmaan Muhumed, yang sempat berusaha bergabung dengan militan Islam di Suriah.
Berbagai aksi teror oleh sekitar 250 orang tersebut telah mengakibatkan 50 korban tewas, yang menurut Kurzman tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan satu statistik lain. Sejak serangan 11 September, katanya, telah terjadi lebih dari 200.000 pembunuhan di Amerika.
Sementara itu, Kurzman mengatakan isu-isu keselamatan publik lain seperti kecelakaan mobil atau kemudahan membeli senjata cenderung diabaikan karena pihak berwenang terlalu fokus pada ancaman teror.
Presiden Amerika Barack Obama berbicara tentang radikalisasi dalam sebuah konferensi kontra-teroris baru-baru ini "Countering Violent Extremism." Tidak ada agama yang bertanggungjawab atas aksi teror. Manusialah yang bertanggungjawab atas kekerasan dan teror, kata Presiden Obama.
Tetapi pakar terorisme dalam negeri David Schanzer mengatakan konferensi itu seharusnya tidak membahas ancaman teror sekaligus di dalam dan luar Amerika.
Kata Schanzer, dengan menggabungkan dua isu tersebut kita mencampur-adukkannya dan memberi persepsi kepada warga Amerika bahwa ancaman teror di luar Amerika dan orang-orang yang terlibat mirip dengan kondisi di dalam Amerika. Padahal, lanjut Schanzer, kenyataannya tidak demikian.
Apapun realitanya, banyak warga Muslim masih merasa terpojok oleh persepsi seperti itu sejak serangan teror 11 September 2001.