Warga Muslim di China Hadapi Tantangan untuk Ubah Persepsi soal Ekstremisme

  • William Ide

Umat Islam di Beijing berbuka puasa di Masjid Niujie, Juli 2014.

Adanya kekerasan oleh kelompok militan Muslim di China, dan berita-berita utama tentang ISIS, adalah tantangan bagi warga Muslim Uighur yang ingin mengubah persepsi bahwa tidak semua Muslim adalah ekstremis.

Pemerintah China mengatakan telah menghukum mati tiga pria dan menjatuhi hukuman penjara seumur hidup untuk seorang perempuan atas serangan pisau maut Maret lalu, yang menewaskan lebih dari 30 orang dan melukai 140 lainnya.

Beijing mengatakan militan-militan Muslim dari bagian Barat China, Xinjiang, merupakan pelaku serangan-serangan tersebut. Saat ini, lebih dari enam bulan sejak insiden tersebut, masyarakat di kota itu masih mengalami imbasnya.

Jelas bahwa serangan-serangan itu memiliki dampak yang lama di Kunming. Kehadiran polisi sangat terasa di seluruh kota terutama di tempat-tempat perbelanjaan besar atau di lokasi-lokasi transportasi publik.

Di luar Masjid Yongning, satu dari enam rumah ibadat utama umat Muslim di Kunming, mobil polisi terus parkir di sana. Dekat masjid, alun-alun Jinbi dipenuhi polisi, baik berseragam maupun berpakaian preman, yang juga membuntuti wartawan saat melakukan wawancara, meski tidak mengganggu.

Muslim-muslim di Kunming mengatakan meski mereka mengecam kekerasan tersebut, dan itu bukanlah refleksi dari keyakinan iman mereka yang sebenarnya, serangan-serangan itu terus memberikan dampak.

Para Muslim di seluruh China dan bahkan beberapa bagian Asia Selatan memenuhi aula-aula masjid Yongning Jumat sore lalu, hari yang sama dijatuhkannya hukuman untuk pelaku penyerangan.

Seorang Muslim dari etnis Hui mengatakan bahwa setiap orang menyangka ia datang dari Xinjiang hanya karena ia Muslim dan memakai topi Haji, padahal ia dari Gansu.

Di Xinjiang, yang menghadapi kerusuhan dan penggerebekan, sebagian besar Muslim adalah dari etnis Uighurs. Namun di Kunming, sebagian besar Muslim adalah dari etnis Hui, yang tidak menghadapi ketegangan yang sama dengan pemerintah atau dengan suku mayoritas Han di China.

Gui Junwen, yang juga Muslim Hui dan direktur masjid Yongning, mengatakan perlu waktu lima tahun untuk meredam dampak serangan-serangan tersebut.

“Ada mereka di Kunming yang langsung menghubungkan agama Islam dengan terorisme dan ketika mereka melihat Muslim Hui itu yang mereka pikirkan,” ujarnya.

Namun Muslim di sana, menurutnya, perlahan-lahan “berupaya untuk membalikkan situasi itu, berkomunikasi dan membangun pemahaman.”

Untuk beberapa pihak, menjembatani kesenjangan itu memerlukan waktu lebih banyak. Seorang warga Kunming mengatakan selalu ada ketegangan antara Muslim dan kelompok lain di China.

Ia mengatakan “ada banyak Muslim di Yunnan dan pandangan mereka tentang kehidupan dan tradisi sangat berbeda dari sebagian besar orang dan bahkan umat Kristen. Rasanya seperti hidup di dunia yang berbeda.”

Seorang warga lain yang lebih muda di Kunming mengatakan serangan-serangan itu mengejutkan.

Ia mengatakan “tidak paham mengapa orang di China saling membunuh seperti itu.” Ia menambahkan saat ini selalu diliputi ketakutan dan kekhawatiran jika pergi keluar untuk bersenang-senang.

Yang lainnya mengatakan situasi saat ini tidak seburuk itu.

Seorang warga perempuan mengatakan “sebagian besar Muslim di Yunan adalah etnis Hui dan Hui telah lama berbaur dengan warga China.” Ia mengatakan hanya segelintir minoritas “dari elemen-elemen kejahatan di masyarakat yang melakukan tindakan seperti itu.”

Kunming telah lama menjadi tempat berbaurnya berbagai agama dan Yunnan merupakan tempat bagi lebih dari 20 suku minoritas, namun masyarakat mengatakan risiko-risiko kekerasan meremehkan reputasi itu.

Muslim-muslim di Kunming mengatakan akibat serangan-serangan tersebut, mencari taksi saja sulit.

Yang Changjiu melarikan dua korban yang bersimbah darah ke rumah sakit dengan taksinya pada malam terjadinya serangan, yang menurutnya telah memukul usahanya dan pariwisata di sana.

Yang mengatakan meski beberapa mengatakan untuk tidak mengambil penumpang dari Xinjiang, namun ia tidak merasa takut.

“Ada orang baik dan jahat di Xinjiang,” ujar Yang. Jika ada penumpang yang mau naik, ia akan menarik mereka.

Tidak semua warga Kunming sepakat dengan Yang. Serangan-serangan di Kunming hanyalah salah satu dari puluhan ledakan kekerasan etnis dan agama yang terjadi di China selama satu setengah tahun terakhir.

Serangan-serangan itu, dan hampir semua berita utama koran mengenai Negara Islam (ISIS) di Timur Tengah, adalah tantangan bagi mereka yang ingin mengubah persepsi bahwa semua Muslim adalah ekstremis.