Myanmar, Bangladesh Mulai Bekerja Bantu Rohingya yang Pulang Secara Sukarela

Pengungsi Rohingya menunggu pembagian makanan di kamp pengungsi Balukhali dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 15 Desember 2017.

Para diplomat dari dua negara bertetangga di Asia bertemu di Dhaka hari Selasa (19/12) untuk memberikan sentuhan akhir pada kesepakatan yang ditandatangani bulan lalu yang memungkinkan kembalinya dengan sukarela di sekitar 600.000 orang Rohingya yang telah berlindung di wilayah perbatasan Cox's Bazar. Sebuah kelompok kerja besar akan mulai merumuskan prosedur untuk memandu proses repatriasi, yang kemungkinan akan dimulai pada bulan Februari.

Myanmar telah berjanji untuk menjamin keamanan pengungsi Rohingya yang memutuskan untuk kembali ke Myanmar.

Human Rights Watch menyatakan keprihatinannya mengenai kesepakatan antara Myanmar dan Bangladesh itu, dengan alasan “kurangnya keterlibatan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan jadwal yang tidak realistis untuk proses pulang sukarela yang aman.”

Militer Myanmar telah dituduh melancarkan kampanye bumi hangus pada bulan Agustus terhadap desa-desa Rohingya sebagai balasan atas serangan terhadap pos-pos polisi Myanmar. Pengungsi Rohingya mengatakan kepada kelompok-kelompok hak asasi manusia tentang kekejaman serius yang dilakukan oleh pasukan keamanan pemerintah, termasuk penembakan acak, pemerkosaan dan pembakaran rumah dan seluruh desa.

Human Rights Watch mengatakan telah menemukan penghancuran baru di desa Rohingya pada bulan Oktober dan November, termasuk pada minggu ketika Myanmar menandatangani kesepakatan pemulangan pengungsi dengan Bangladesh.

Kelompok minoritas Rohingya tidak diberi hak kewarganegaraan dan hak-hak lain di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Myanmar memandang orang Rohingya sebagai imigran dari Bangladesh, terlepas dari kenyataan bahwa banyak keluarga mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. [lt]