Junta Myanmar pada Minggu (27/8) memerintahkan pengusiran diplomat utama Timor Leste dari negara itu. Perintah tersebut muncul sebagai dampak dari pertemuan presiden Timor Leste dengan pemerintah bayangan Myanmar yang dilarang junta.
Myanmar berada dalam krisis sejak militer mengambil alih kekuasaan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 yang secara otomatis turut mengakhiri iklim demokratis yang baru sejenak terjadi di negara tersebut. Kudeta itu juga memicu bentrokan dengan kekerasan di seluruh wilayahnya.
Pihak militer telah menetapkan pemerintah bayangan yang dikenal sebagai Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG) sebagai organisasi teroris. Pemerintah tersebut didominasi oleh para anggota parlemen yang mengasingkan diri di luar negeri.
Bulan lalu, Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta bertemu dengan Menteri Luar Negeri NUG Zin Mar Aung di Ibu Kota Dili.
Kementerian Luar Negeri Myanmar, Minggu (27/8) mengutuk “tindakan tidak bertanggung jawab” Timor Leste, dan memerintahkan diplomat negara tersebut di Yangon “untuk meninggalkan Myanmar selambat-lambatnya pada 1 September 2023."
Kementerian tersebut mengatakan dalam sebuah unggahan di Facebook bahwa Timor Leste "mendorong kelompok teroris untuk lebih lanjut melakukan pelanggaran mereka di Myanmar.”
BACA JUGA: ASEAN Berjuang Satukan Sikap Terkait Konflik di MyanmarTimor Leste mengutuk perintah pengusiran tersebut, dan menegaskan kembali dalam sebuah pernyataan “pentingnya mendukung semua upaya untuk mengembalikan tatanan demokrasi di Myanmar.”
Dili juga mendesak junta untuk "menghormati hak asasi manusia dan mencari solusi damai dan konstruktif terhadap krisis ini.”
Timor Leste akan menjadi anggota kesebelas Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Namun, Perdana Menteri Xanana Gusmao mengatakan pada awal bulan ini bahwa negaranya dapat mempertimbangkan kembali upayanya untuk bergabung dengan ASEAN jika blok tersebut gagal membujuk junta Myanmar untuk mengakhiri konflik. [ah]