Kematian 39 orang migran, kebanyakan diperkirakan warga Vietnam, dalam sebuah peti kemas yang diparkir tidak jauh dari London minggu lalu, telah memusatkan perhatian pada nasib orang-orang yang mempertaruhkan semuanya untuk mendapat kehidupan yang lebih baik di Inggris.
Banyak warga Vietnam tergiur untuk pergi keluar negeri karena diiming-iming gaji atau pendapatan besar.
Kebanyakan migran asing yang masuk ke Inggris, seolah tidak tampak dan tidak terdengar suaranya, karena mereka berusaha mendapat keuntungan dari berbagai industri gelap yang tidak diatur secara ketat.
BACA JUGA: Mayoritas 39 Mayat di Truk Inggris Diduga Berasal dari VietnamTamsin Barber, pakar diaspora Vietnam di Inggris mengatakan, para migran itu bersedia mengambil banyak risiko besar untuk memperbaiki kehidupan mereka.
"Mereka melakukan hal itu karena tahu mereka kemungkinan besar bisa mendapat pekerjaan dalam industri ganja, di mana mereka bisa mendapat banyak uang untuk membayar utang kepada para penyelundup manusia, dan bisa mengirim uang kepada keluarga di Vietnam,” ujarnya.
Selain bekerja pada industri ganja gelap di Inggris, para migran gelap Vietnam itu juga banyak yang bekerja di salon-salon kecantikan, khususnya salon perawatan kuku yang bermunculan di kota-kota Inggris belakangan ini. Juga ada yang bekerja di restoran sebagai petugas kebersihan dan sebagian ada yang menjadi pelacur. Tapi apapun pekerjaan mereka, banyak migran merasa terperangkap.
Kata Phil Robertson, wakil direktur Human Rights Watch untuk Asia, “Ketika mereka tiba di Inggris, hutang mereka bisa mencapai 30 sampai 40 ribu dollar, yang langsung dipotong dari upah yang mereka terima dari berbagai pekerjaan itu. Kalau mereka tidak mau menurut perintah, keluarga mereka di Vietnam bisa diancam oleh para penyelundup manusia itu.”
Tapi kalau bernasib baik, para migran itu bisa mengirim banyak uang kepada keluarga mereka di Vietnam. Di kota Do Tran, yang terletak di selatan Hanoi, banyak rumah gubuk telah digantikan dengan vila-vila mewah.
Nguyen Van Thuy, seorang penduduk Do Tranh mengatakan, “Tadinya seluruh penduduk kota Do Tranh adalah petani yang bekerja di sawah atau ladang. Tapi ada yang kemudian pergi ke luar negeri untuk bekerja dan menjadi kaya. Itulah sebabnya banyak orang bergegas pergi. Ada yang pergi secara resmi dengan pesawat terbang, dan ada yang menggunakan jalur-jalur penyelundupan manusia.”
Jalur yang kedua inilah yang berakhir dengan tragedi bagi 39 orang migran yang tiba di Inggris. (ii)