Belasan orang duduk di ruang tunggu pengunjung Lapas kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur Rabu pagi (26/6). Satu di antaranya perempuan lanjut usia bernama Boen Njuk Sioe. Ia membawa 2 tas jinjing besar berisi makanan, Al Kitab dan obat-obatan bagi anaknya, terpidana kasus narkoba bernama Santa.
"Anak saya mengeluhkan sakit kepala di bagian belakang makanya saya bawakan bantal dan selimut," tutur Boen Njuk Sioe di Lapas kelas 1 Cipinang.
Boen menuturkan sebulan sekali ia mengunjungi putranya di Lapas Cipinang. Butuh waktu sekitar lebih dari 2 jam menuju Lapas 1 Cipinang dengan menaiki ojek dan bus Transjakarta, dari rumahnya di Cengkareng, Jakarta. Ia berharap kunjungan tersebut dapat memberikan semangat hidup bagi anaknya yang divonis hukuman mati.
"Dia darah daging saya. Tidak bersalah tetapi dihukum mati," kata Boen Njuk Sioe.
Setelah hampir 1 jam, satu per satu pengunjung dipanggil petugas Lapas untuk memasuki ruang kunjungan. Dua tas jinjing bawaan Boen diperiksa seksama oleh petugas. Semua isi tas dikeluarkan dan isinya ditaruh ke dalam 2 keranjang besar.
Petugas lapas kemudian membuka pintu besi. Bau pengap tercium ketika memasuki pintu masuk ruang kunjungan. Pengunjung laki-laki dan perempuan diperiksa secara terpisah. Keranjang-keranjang dimasukkan ke dalam x-ray dan pengunjung dipindai menggunakan metal detector.
Setelah mendapat nomor meja, Boen duduk dan tak lama kemudian Santa yang menggunakan rompi berwarna oranye menghampirinya. "Kepalaku sakit dan terasa berputar-putar, beberapa hari terakhir saat setelah bangun," kata Santa memulai obrolan sambil menunjuk bagian belakang kepalanya.
Lelaki kelahiran Jakarta, 46 tahun silam itu, mengatakan tidak mengetahui penyebabnya karena tidak dapat memeriksakan dirinya ke dokter. Ia menduga sakit tersebut akibat penyiksaan yang dialaminya, yang diduga dilakukan aparat kepolisian pada awal Juni 2016.
Santa saat itu dituding terlibat dalam kasus narkoba yang melibatkan 4 warga negara China. Keempat warga negara China itu adalah Tan Weiming alias Aming, Chen Shaoyan alias Xiao Yan Zi, Shi Jiayi alias Jia Bao dan Qiu Junjie alias Junjie. "Saya tidak tahu kalau 4 warga negara China itu jualan narkoba," tutur Santa.
Santa Kerap Jadi Pemandu dan Penerjemah Warga China yang Datang ke Indonesia
Santa yang lulusan SMA, menuturkan kala itu hanya bekerja sebagai sopir gelap yang mangkal di sekitar Bandara Soekarno-Hatta dan hotel-hotel di Jakarta. Pekerjaan itu dilakukannya karena tabungan hasil kerjanya di Taiwan sudah ludes. Itu terjadi karena barang dagangan yang dibeli dari temannya merugi. Santa kemudian membeli mobil dengan kredit untuk dipakai mencari nafkah.
Hingga pada awal Mei 2016, bertemulah Santa dengan warga negara China bernama Tang setelah dikenalkan oleh seseorang. Tang bukan yang pertama memakai jasa sopir Santa. Ia mengatakan kerap diminta mengantar warga China yang kebetulan berada di sekitar Jakarta karena kemampuan bahasa Mandarin yang dikuasainya. Kata Santa, kemampuan bahasa Mandarinnya didapat saat bekerja di Taiwan sekitar 4 tahun sejak 1997.
"Karena kemampuan bahasa Mandarin, saya juga beberapa kali diminta warga asing untuk menjadi penerjemah di kepolisian dan kejaksaan saat ada kasus," ujar Santa.
Ia memperkirakan pernah 7-8 kali menjadi penerjemah bagi WNA China yang diperiksa di Polda Metro Jaya dan Kejaksaan. Santa mendapatkan imbalan sebesar Rp500 ribu dari WNA tersebut setiap menjadi penerjemah.
BACA JUGA: Pengadilan Mataram Vonis Hukuman Mati Penyelundup Narkoba WN PerancisDengan kemampuan bahasa Mandarin ini juga, Santa kemudian diminta membantu Tang menyewa sebuah ruko di Jalan Raya Perancis Kavling 1479, Kelurahan Kosambi, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang (Ruko Dadap). Santa diminta mewakili perjanjian sewa menyewa menggunakan nama dirinya, dengan alasan Tang tidak bisa berbahasa Indonesia. Ruko ini rencananya akan digunakan untuk tempat usaha atau gudang mainan yang akan dijual Tang yaitu overboard.
Tang kemudian memberikan uang sebesar Rp75 juta untuk sewa dan jaminan ruko setahun. Santa mendapat komisi dari sewa menyewa ini sebesar Rp5 juta. Di samping itu, Tang juga meminta Santa bekerja untuknya dengan upah Rp5 juta, sekaligus sewa mobil Luxio milik Santa Rp5juta sebulan. Dengan demikian, Santa dijanjikan uang Rp10 juta sebulan oleh Tang jika bekerja dengannya.
Hingga kemudian, pada 2 Juni 2016 sekitar pukul 23.00 WIB, Santa ditelepon polisi menggunakan HP milik Tang. Namun, Tang saat itu sudah pergi dari Indonesia pada 31 Mei 2016 diantarkan Santa melalui Bandara Soekarno-Hatta. Polisi meminta Santa untuk datang dan membantu menerjemahkan percakapan 4 warga negara China yang ditangkap. Tanpa berpikir panjang, Santa yang sudah hampir sampai rumah memutuskan pergi ke ruko yang disewa warga China tersebut.
"Saya langsung datang saja, karena saya mikirnya ini peluang mendapatkan uang dengan membantu menerjemahkan," kenang Santa.
Namun, sesampai di ruko, Santa ditangkap polisi. Selama 2 hari, ia disekap di ruangan yang sempit. Santa sempat diperbolehkan pulang untuk mandi dan berganti pakaian di rumah dengan didampingi penyidik pada 4 Juni 2016. Namun, kepulangannya tanpa sepengetahuan keluarga. Setelah itu, ia kembali lagi ke Polda Metro Jaya.
Polisi baru menginterogasi Santa pada Minggu, 5 Juni 2016 siang. Ia menuturkan tangannya diborgol dan dipukuli oleh sekitar 5 orang. Esoknya, polisi juga mengajak Santa keliling ke tempat jasa pengiriman barang yang diduga menjadi asal barang mesin press plat besi atau moulding. Mesin ini diduga menjadi tempat menyembunyikan barang bukti narkoba jenis sabu sejumlah 20 kilogram.
"Karena tidak kuat disiksa, saya akhirnya mengaku dan menandatangani BAP," kata Santa.
Polisi Tak Pernah Beritahu Keluarga tentang Penangkapan Santa
Selama proses penangkapan tersebut, kepolisian tidak memberikan informasi apapun ke keluarga Santa. Hingga akhirnya, keluarga berinisiatif mencari informasi ke sejumlah teman Santa dan mengetahui Santa ditangkap aparat Polda Metro Jaya.
Kasus Santa bersama 4 WNA China tersebut kemudian bergulir ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Majelis hakim kemudian menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Santa pada 3 Maret 2017. Sementara 4 WNA China lainnya mendapatkan hukuman seumur hidup. Kasus Santa kemudian terus bergulir ke tingkat pengadilan tinggi dan kasasi Mahkamah Agung.
Akibat putusan ini, Evi, istri Santa harus banting tulang bekerja sendiri membiayai kebutuhan keluarga sehari-hari. Sementara anak Santa yang baru lulus SMA pada tahun ini tidak mau melanjutkan kuliah karena melihat kondisi ayahnya yang masih dipenjara. Ia lebih memilih bekerja di perusahaan travel dengan upah minimum ketimbang melanjutkan kuliah.
Evi menuturkan harus terus menutupi pengeluaran selama Santa dipenjara hampir 3 tahun ini. Jumlahnya bisa mencapai Rp1.000.000 setiap bulannya. "Seminggu bayar Rp100 ribu untuk air, listrik dan keamanan. Itu belum termasuk uang jajan, seminggu kadang-kadang Rp500 ribu hingga Rp600 ribu," jelas Evi kepada VOA di Jakarta, Minggu (16/6).
Keluarga pada akhirnya juga memutuskan menjual apartemen subsidi di Cengkareng, Jakarta Barat guna membiayai keperluan Santa. [sm/em]