Neraca pedagangan Indonesia periode Januari hingga Juli 2015 mengalami surplus sebesar 5,75 milyar dolar Amerika. Demikian hasil yang dikeluarkan BPS, di Jakarta, Selasa (18/8).
Menurut Deputi bidang Statistik dan produksi BPS, Adi Lumaksono, di tengah gejolak perekonomian global yang berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, kinerja ekspor Indonesia masih baik.
Ekspor Indonesia ke berbagai negara periode Januari hingga Juli 2015 mencapai 89,78 milyar dolar Amerika, sementara impor mencapai 84,03 milyar dolar Amerika.
“Akumulasi pada Januari sampai dengan Juli 2015 surplus perdagangan kita 5,75 milyar US dolar, walaupun intensitas perdagangan internasional ekspor dan impor mengalami penurunan tetapi penurunan impor kita lebih cepat dari pada penurunan ekspor kita,” kata Adi Lumaksono.
Adi Lumaksono menambahkan, Amerika Serikat masih menjadi andalan bagi ekspor Indonesia, disusul China dan Jepang. Produk berasal dari Indonesia yang banyak diekspor adalah hasil industri pengolahan, minyak dan gas, tambang serta pertanian.
“Negara tujuan ekspor ini masih didominasi oleh tiga negara yang pertama adalah Amerika Serikat 9 milyar US dollar, kemudian disusul oleh Tiongkok 7,76 milyar US dolar, sementara yang ketiga adalah Jepang mencapai 7, 73 milyar US dolar,” jelasnya.
Sementara untuk impor, Adi Lumaksono mengatakan, impor terbesar bagi Indonesia berasal dari China disusul Jepang dan Singapura. Produk yang banyak diimpor Indonesia adalah bahan baku dan barang konsumsi.
“Hampir seperempat dari total impor kita berasal dari China yaitu 16,50 milyar US dolar, disusul Jepang 8,03 milyar US dolar, negara ke tiga dari Singapura sebesar 5,01 milyar US dolar,” imbuh Adi Lumaksono.
Pada kesempatan berbeda, anggota Komisi XI DPR RI, komisi yang membidangi masalah ekonomi, Zuelkiflimansyah menilai seharusnya pemerintah tidak hanya menyampaikan angka-angka positif mengenai perkembangan ekonomi didalam negeri terutama sektor perdagangan, karena pada kenyataannya masyarakat masih terbebani.
Your browser doesn’t support HTML5
Jika pemerintah mengklaim komoditi pertanian banyak dieskpor ke berbagai negara menurutnya seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan dalam negeri sehingga harganya tidak terus naik seperti sekarang ini.
“Kita tidak ingin Indonesia pertumbuhan ekonominya Insya Allah Tahun depan 5,5- 6 persen, inflasi terkendali tetapi miskin, masyarakat berkelahi dengan hidup itu jadi keras, kita beli ini susah dan lain sebagainya. Kita tidak ingin terjebak dalam pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi pemerataan itu tidak terasa. Kehadiran Jokowi itu karena masyarakat mengatakan Jokowi adalah kita, Jokowi mestinya merefleksikan apa yang dirasakan oleh masyarakat,” kata Zuelkiflimansyah.