Lebih dari 200 anggota kelompok oposisi di Nikaragua yang ditahan telah dibebaskan hari Kamis (9/2) dan terbang ke AS, dalam sebuah keputusan mengejutkan dari Presiden Nikaragua Daniel Ortega, yang menghadapi tekanan karena peningkatan otoritarianisme.
Setelah berunding secara senyap dengan Washington selama berminggu-minggu, Nikaragua mengizinkan 222 tahanan, termasuk mantan penantang Ortega, untuk terbang ke Bandara Internasional Dulles di Washington, DC.
Pejabat AS mengatakan, mereka akan mengizinkan para tahanan untuk tinggal selama setidaknya dua tahun dan memberikan bantuan kesehatan dan hukum.
Ortega tidak segera menanggapi pembebasan para tahanan. Namun Octavio Rothschuh, presiden pengadilan banding di Ibu Kota Managua, mengatakan bahwa para tahanan telah “dideportasi” dan menyebut mereka “pengkhianat tanah air.”
Kewarganegaraan dan hak politik mereka juga dicabut untuk seumur hidup.
Your browser doesn’t support HTML5
Aktivis HAM Ariana Gutierrez Pinto, yang menunggu ibunya, Evelyn Pinto, di bandara Dulles dan telah ditahan sejak November 2021, mengatakan bahwa ia merasa “penuh harapan.”
“Bagi saya, pembebasan mereka itu adil, karena mereka tidak lagi akan hidup dalam penderitaan, tapi juga tidak adil, karena mereka diusir dari negara mereka sendiri,” ungkapnya.
Amerika Serikat menyambut baik pembebasan mereka, namun mengatakan bahwa keputusan itu diambil secara sepihak tanpa janji imbalan apa pun bagi Ortega, yang saat ini masih dikenai sanksi oleh AS.
Pembebasan para tahanan “menandai langkah konstruktif menuju upaya untuk mengatasi pelanggaran HAM di negara itu dan membuka pintu dialog lebih lanjut antara AS dan Nikaragua terkait masalah-masalah yang diprihatinkan,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.
BACA JUGA: AS Umumkan Sanksi Tambahan terhadap Pejabat NikaraguaPembebasan para tahanan itu merupakan “hasil diplomasi bersama Amerika, dan kami akan terus mendukung rakyat Nikaragua.”
Blinken mengatakan bahwa di antara para tahanan adalah seorang warga negara AS yang tidak disebutkan identitasnya.
Javier Alvarez, warga Nikaragua yang kini tinggal di pengasingan di Kosta Rika, mengatakan bahwa istri dan putrinya, yang juga berkewarganegaraan Prancis, ada di antara para tahanan yang dibebaskan. [rd/jm]