Nikaragua telah menutup 1500 lagi lembaga nonpemerintah (LSM), sebuah pernyataan pemerintah mengatakan itu pada Senin, hanya beberapa hari setelah negara tersebut meloloskan undang-undang, yang menuntut LSM untuk bekerja secara eksklusif dalam “aliansi kemitraan” dengan lembaga-lembaga negara.
Pemerintahan Daniel Ortega telah memenjarakan ratusan lawannya, baik yang benar-benar menentangnya maupun yang dianggap musuh, dan menutup ribuan LSM lagi sejak protes menentang rezim tersebut pada 2018, yang dihadapi dengan penindakan secara keras. Menurut PBB, tindakan itu telah menyebabkan lebih dari 300 orang meninggal.
Pengumuman pada Senin itu merupakan penargetan tunggal terbesar terhadap LSM hingga saat ini, dengan tuduhan bahwa mereka gagal melaporkan pemasukan mereka.
Pemerintahan Ortega menganggap protes pada 2018 sebagai upaya kudeta yang didukung oleh Washington.
Bulan lalu, sekelompok ahli dari PBB mengecam “pelanggaran hukum HAM internasional secara sistematis dan meluas” di negara Amerika Tengah tersebut.
Palang Merah Nikaragua dan sejumlah lembaga amal Katolik menjadi bagian dari LSM yang ditutup saat ini, seringkali dengan tuduhan yang secara luas ditolak sebagai tuduhan palsu.
Istri Ortega sekaligus wakil presiden, Rosario Murillo, menggambarkan orang-orang yang religius sebagai “anak-anak iblis” atau “agen setan” yang melakukan “terorisme spiritual”.
Pada akhir 2023, sekitar 30 pemimpin agama dipenjara dan kemudian diusir keluar dari negara itu, ke Vatikan.
Juga pada tahun lalu, pemerintah mengusir lebih dari 300 politisi, jurnalis, intelektual dan aktivis, dengan menuduh mereka melakukan pengkhianatan.
Setidaknya 263 jurnalis telah dipaksa meninggalkan Nikaragua sejak penindakan keras dari pemerintah dilakukan, lembaga kebebasan pers mengatakan itu pada Juli. [ns/ka]