Nilai Mata Uang Iran Jatuh ke Titik Terendah

Jasa layanan penukaran uang di Teheran di tengah anjloknya nilai mata uang Iran, Minggu (26/2).

Mata uang Iran jatuh ke rekor terendah yang baru pada hari Minggu (26/2), yaitu anjlok ke 600.000 per 1 dolar Amerika, untuk pertama kalinya. Hal ini diduga sebagai dampak terus berlangsungnya demonstrasi anti-pemerintah dan gagalnya upaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015 yang terus menggerus ekonomi.

Beberapa hari terakhir ini antrean panjang tampak di kantor-kantor penukaran mata uang karena banyaknya warga yang berupaya mendapatkan mata uang dolar yang semakin langka.

Banyak yang melihat tabungan mereka di bank menguap karena anjloknya nilai mata uang lokal.

Inflasi pada bulan Januari lalu mencapai 53,4%. Menurut Pusat Statistik Iran, angka inflasi ini memburuk dibanding dua tahun lalu yang mencapai 41,4%.

Kondisi ekonomi yang buruk telah berkontribusi pada meluasnya kemarahan warga pada pemerintah, dan sekaligus mendorong warga lebih fokus pada upaya menyediakan makanan dibanding mengikuti aktivitas politik berisiko tinggi karena potensi tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.

BACA JUGA: IAEA Bicara dengan Iran Soal Laporan Uranium yang Diperkaya Hingga 84%

Mata uang Iran diperdagangkan pada 32.000 real terhadap 1 dolar Amerika ketika ditandatanganinya perjanjian nuklir dengan negara-negara adi daya. Perjanjian itu mencabut sanksi-sanksi ekonomi sebagai imbalan atas pembatasan ketat dan pengawasan kegiatan nuklirnya.

Perjanjian itu carut marut ketika Presiden Donald Trump pada tahun 2018 secara sepihak menarik Amerika dari perjanjian itu dan kembali memberlakukan sanksi-sanksi ekonomi yang melumpuhkan negar aitu.

Iran menanggapi hal itu dengan meningkatkan pengayaan uraniumnya, dan menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA) kini memiliki cukup senjata atom jika ingin mengembangkannya lebih jauh.

Iran telah berulangkali menegaskan bahwa program nuklirnya untuk tujuan damai, tetapi para pakar mengatakan hingga tahun 2003 lalu Iran memiliki program senjata nuklir dan sedang mengembangkan kapasitas terobosan yang memungkinkannya membangun senjata atom dengan cepat jika memutuskan untuk melakukannya.

Pemerintahan Biden mendukung upaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015, tetapi sejumlah perundingan tahun lalu telah menemui jalan buntu dan tampaknya terhenti.

Iran semakin menimbulkan kemarahan negara-negara Barat ketika negara itu memasok pesawat nirawak bersenjata pada Rusia, yang digunakan dalam invasi ke Ukraina.

Di dalam negeri, sejak September 2022 lalu Iran mengalami gelombang protes anti-pemerintah pasca kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi, tiga hari setelah ditangkap polisi moral pada 16 September karena tidak mengenakan jilbab secara benar. Demonstrasi memprotes kematiannya dengan cepat bergulir menjadi seruan untuk menggulingkan ulama-ulama Syiah yang berkuasa di Iran, menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah dalam empat dekade terakhir ini.

Iran menuduh kekuatan asing sebagai penyebab terjadinya kerusuhan dan demonstrasi itu, dan menganggap hal ini sebagai perpanjangan sanksi terhadap negara itu; meskipun tidak memberikan bukti apapun. [em/jm]