Nilai Mata Uang Merosot, Kematian Terkait Corona Meningkat di Inggris

Nilai mata uang Inggris, pound sterling, menyusut, Senin (20/4). (Foto: ilustrasi). Wabah virus corona telah membekukan aktivitas ekonomi di Inggris, seperti halnya di negara-negara maju lainnya, sehingga mendorong para ekonom untuk memperkirakan kemungkinan resesi yang parah.

Nilai mata uang Inggris, pound sterling, menyusut, Senin (20/4), sementara jumlah kematian total akibat virus corona meningkat. Sejumlah pejabat negara itu mengatakan, terlalu dini untuk membicarakan pelonggaran lockdown.

Pound sterling anjlok 0.3 persen terhadap dolar dan euro, sehingga masing-masing diperdagangkan pada 1,24 dolar dan 1,14 euro.

Inggris melaporkan tambahan 596 kematian, Minggu (19/4), sehingga jumlah totalnya menembus angka lebih dari 16.000.

Menteri Kantor Kabinet Michael Gove mengatakan, Inggris tidak sedang mempertimbangkan pencabutan kebijakan lockdown yang diterapkan sejak empat pekan lalu mengingat peningkatan jumlah kematian yang mengkhawatirkan tersebut.

Wabah virus corona telah membekukan aktivitas ekonomi di Inggris, seperti halnya di negara-negara maju lainnya, sehingga mendorong para ekonom untuk memperkirakan kemungkinan resesi yang parah. Prediksi ini memicu turunnya nilai pound sterling.

Konsorsium Pengecer Inggris, Senin (20/4), memperkirakan, orang-orang Inggris yang pergi berbelanja menurun 83 persen sejak pemerintah menutup toko-toko eceran tidak esensial bulan lalu untuk memperlambat penyebaran virus corona.

Situs properti Rightmove menyatakan, sulit untuk menyusun data harga yang akurat karena jumlah rumah yang diperdagangkan menurun drastis.

Pemerintah Inggris, dengan dukungan Bank of England, telah meluncurkan beberapa paket stimulus untuk mendukung perekonomian. Salah satu langkah terbarunya adalah, Menteri Keuangan Rishi Sunak, Senin (20/4) menggelar skema baru untuk melindungi perusahaan-perusahaan yang berkembang cepat dan inovatif dari keterpurukan ekonomi akibat wabah virus corona. [ab/uh]