Nilai rubel mencapai level terendah dalam 14 bulan terhadap dolar Amerika pada hari Senin (26/6) tetapi saham AS dan Eropa relatif stabil setelah pemberontakan singkat di Rusia, yang sempat memicu kekhawatiran akan stabilitas negara bersenjata nuklir itu.
Sementara gerakan pasukan tentara bayaran Wagner yang dipimpin oleh Yevgeny Prigozhin dibatalkan sebelum mencapai Moskow, para analis mengatakan pemberontakan itu menunjukkan cengkeraman kekuasaan Presiden Vladimir Putin lebih rapuh daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Walaupun terjadi ketidakpastian di lantai bursa, saham Eropa ditutup dengan kenaikan dan penurunan kecil, sementara di Wall Street, indeks Dow Jones dan S&P 500 turun sedikit pada perdagangan pagi.
Pada hari Senin, Moskow melakukan upaya untuk memberikan kesan seakan tidak terjadi hal-hal luar biasa, dan Presiden Vladimir Putin memuji industri Rusia dalam mengatasi “tantangan eksternal yang berat” dalam pidato video di forum teknik para pemuda negara itu.
BACA JUGA: Menlu AS dan Pengamat Cermati Rusia pasca PemberontakanSementara itu, para investor mewasdai komentar pejabat Federal Reserve. Mereka mengharapkan kejelasan tentang rencana kebijakan moneter setelah ketua The Fed, Jerome Powell, pekan lalu memperingatkan bahwa suku bunga kemungkinan akan terus naik.
Komentar itu memukul harapan bahwa bank sentral AS telah sampai pada akhir siklus pengetatannya, dan datang ketika otoritas di negara lain mengumumkan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Ada kekhawatiran yang berkembang di kalangan investor bahwa siklus pengetatan di seluruh dunia dapat memukul ekonomi global, dengan zona euro sudah berada dalam resesi.
Sebuah survei, Senin, menunjukkan sentimen bisnis di Jerman turun lebih dari yang diperkirakan pada bulan Juni, sementara ekonomi terbesar di Eropa itu juga terkungkung dalam resesi.
Barometer kepercayaan Ifo Institue – lembaga penelitian ekonomi di Munchen – berdasarkan survei terhadap 9.000 perusahaan, turun untuk bulan kedua berturut-turut. [lt/ka]