Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, mengajak seluruh lapisan masyarakat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, yang dilandasi semangat persaudaraan. Penguatan persaudaraan kebangsaan ini sangat penting karena dapat mencegah munculnya ancaman konflik yang dipicu oleh perbedaan.
Yahya mengingatkan agar semua aktor politik yang akan bersaing dalam Pemilu 2024, tidak memakai perbedaan identitas, khususnya agama, sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
“Semua aktor (politik), semua pemimpin, dituntut tanggung jawabnya, bahwa ini masalah yang mendasar, kita tahu bahayanya, tidak usah terlalu banyak penjelasan, dan semua orang harus bertindak dengan bertanggung jawab. Bahwa ini soal masa depan kita bersama, masa depan bangsa dan negara, jangan sampai agama dijadikan alat, dijadikan senjata politik, hanya sekedar untuk memerebutkan kekuasaan," paparnya.
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Yahya mengatakan, Indonesia harus menempatkan seluruh rakyat pada posisi yang setara, sehingga tidak ada perbedaan perlakuan yang bisa memicu konfik. Yahya mengajak semua elemen bangsa untuk merawat demokrasi yang sudah berjalan dengan baik, dan menolak semua upaya yang ingin merusak Indonesia sebagai rumah bersama.
“Demokrasi itu, juga harus diatur dan dirawat sedemikian rupa, supaya tidak menjadi pintu bagi konflik. Karena misalnya, kita harus mengerti ukuran orang bebas berkumpul, berserikat, bebas berpendapat dan sebagainya, tapi harus menetapkan ukurannya," jelasnya.
BACA JUGA: Catatan Demokrasi Indonesia: Merangkak Menuju Format Ideal"Berkumpul dan berserikat itu, tidak boleh dengan tujuan untuk meruntuhkan seluruh tatatan yang kita punya, Makanya, kumpulan yang mau merusak Indonesia, kumpulan yang mau membubarkan Indonesia, ya harus dilarang," tambah Yahya.
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan bahaya intoleransi, radikalisme, dan terorisme, sebagai ancaman yang tidak selalu berasal dari paham agama, melainkan juga dari kecintaan yang berlebihan terhadap suatu daerah.
“Maka keliru kalau setiap kita mengangkat isu radikalisme, teorisme, dan intoleransi, itu pada agama. Saya punya data dari banyak kajian, bahwa radikalisme, intoleransi, dan terorisme, itu juga lahir dari banyak ideologi, ada yang lahir juga dari kedaerahan," katanya. [ps/ab]