Dalam upacara di Gedung Putih hari Kamis (10/12), Presiden Amerika Barack Obama mengatakan ini adalah "Hadiah Natal" yang berhasil diloloskan Kongres, sebuah rancangan undang-undang bi-partisan yang efektif dalam menanggapi pendidikan.
"Setelah lebih dari 10 tahun, para anggota Kongres dari kedua partai bersama-sama merevisi undang-undang pendidikan nasional kita, yang merupakan sebuah keajaiban Natal, pengesahan RUU ini oleh kedua partai, di sini,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Hukum ini difokuskan pada sasaran nasional untuk memastikan bahwa semua siswa kita lulus dan siap untuk kuliah di perguruan tinggi dan menempuh karir masa depan. Hukum ini beranjak dari reformasi yang telah membantu kita membuat banyak sekali kemajuan, membuat semua orang memiliki standar yang tinggi untuk mengajar dan belajar, memberdayakan negara-negara bagian dan distrik-distrik sekolah guna mengembangkan strategi mereka sendiri untuk perbaikan, mendedikasikan sumber daya bagi anak-anak kita yang paling rentan."
Undang-undang itu masih akan mewajibkan negara-negara bagian melaksanakan ujian matematika dari kelas tiga sampai delapan di sekolah dasar dan setelah memasuki sekolah lanjutan, tetapi selanjutnya mengurangi peran pemerintah federal dalam menetapkan standar pendidikan.
Langkah itu akan mendorong ke-50 pemerintah negara bagian untuk menetapkan batas waktu yang dipergunakan para siswa untuk mengikuti ujian dan membatasi dampak dari pengujian ini terhadap sekolah-sekolah yang mutunya kurang baik.“
Setelah perdebatan panjang dalam komisi, rancangan undang-undang itu dengan mudah diloloskan oleh Kongres baru-baru ini, dan baik Partai Republik yang mayoritas maupun Partai Demokrat yang minoritas mendukungnya, sesuatu yang jarang terjadi di Washington di mana perpecahan politik terus berlangsung.
Undang-undang baru tersebut menggantikan undang-undang No Child Left Behind, yang disetujui pada tahun 2002 yang menyerukan ujian ekstensif dan standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Peraturan ini ternyata sulit pelaksanaannya dan kesulitan ini disepakati baik oleh orang tua, guru-guru maupun anggota parlemen. Mereka berpendapat, kebijakan No Child Left Behind memberi birokrat di Washington kekuasaan yang terlalu besar atas pengelolaan sekolah negeri di Amerika. [sp/jm]