Ojek pangkalan kerap diidentikkan dengan perilaku ugal-ugalan dan premanisme. Namun di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, komunitas ojek menggagas inisiatif baru dengan prinsip utama perlindungan anak, lewat “Ojek Ramah Anak” atau Ojera. Wartawan VOA Rio Tuasikal mengunjungi pangkalan Ojera dan melihat inisiatif sosial tersebut.
Beberapa tahun lalu, tak banyak orang tua yang mau menitipkan anaknya kepada ojek pangkalan di Desa Cibiru Wetan karena ada citra buruk yang disematkan kepada komunitas transportasi ini. Namun semua berubah ketika inisiatif Ojek Ramah Anak (Ojera) masuk pada 2016.
“(Stigma) terus ugal-ugalan. Tapi setelah adanya Ojera, mereka para orangtua jadi tenang. Nggak merasa khawatir, jadi nyaman setelah ada Ojera,” jelas H. Hasan, Ketua Ojera saat ditemui VOA, Kamis (25/10) pagi.
Stigma bahwa ojek pangkalan itu berbahaya seketika hilang ketika kita mengunjungi pangkalan ojek ini. Jajaran pengemudi mengenakan helm biru dan siap mengantarkan anak ke tujuan.
“Syarat-syaratnya yang pertama disiplin. Terus nggak liar: ada catatan, ada daftar, ketentuan masing-masing sebagai kebijakan di ojek,” tambahnya.
Ojera, Buah Meningkatnya Kesadaran Perlindungan Anak
Ojek Ramah Anak (Ojera) dimulai setelah Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) memperkenalkan perlindungan anak di desa tersebut. Di samping Ojera, desa tersebut memiliki paralegal anak yang mendampingi anak berhadapan dengan hukum dan rutin mengedukasi masyarakat tentang hak-hak anak.
Selama dua tahun, desa ini melatih 95 pengendara ojek yang tersebar di 3 pangkalan. Edukasi perlindungan anak dilakukan lewat diskusi rutin di pangkalan ojek.
“Pakaian harus rapih. (Tidak boleh) ugal-ugalan apalagi minum-minuman,” terang Hasan lagi.
Pendataan dan disiplin telah membuat ojek pangkalan mendapat kepercayaan masyarakat setempat. Para orangtua kini tak segan menggunakan Ojera. Seperti Ai Susilawati yang tiap hari menggunakan ojek ini untuk mengantar anaknya yang disabilitas.
“Karena seperti anak kami yang disabilitas mah harus yang nyaman. Kalau pakai ojek biasa mah nggak bisa,” kisahnya.
Jarak dari rumah ke sekolah luar biasa anaknya kira-kira 30 menit. Ai menyatakan Ojera menjawab kebutuhan transportasi yang aman bagi anaknya.
“(Dulu) diantar sama bapaknya. Karena sekarang bapaknya kerja nggak mungkin selalu antar anak kan harus mencari nafkah, jadi otomatis pakai Ojera. Supaya anak bisa sekolah meskipun jauh.
Manfaat ojek ini dirasakan pula ke tingkat lingkungan. Ojera melindungi anak-anak dari tindak kriminal.
“Anak sekolah ada yang pulang malam juga mereka tidak khawatir lagi. Walau jam berapapun, Ojera ini kan 24 jam mereka ada, jadi bisa lebih nyaman kalau naik ojek,” kata Dudu Budianto, aparat desa Cibiru Wetan.
Inisiatif Ojera Ikut Beri Manfaat pada Pengemudi
Inisiatif ini rupanya memberi dampak balik ke pengemudi. Semakin banyak orang tua mempercayakan antar jemput sekolah kepada Ojera. Akibatnya penghasilan ojek naik 2-3 kali tiap bulannya.
“Kalau perbulan ada yang per anak 300 ribu Rupiah per orang, kalau sampai lima orang udah berapa?” papar Hasan.
Program Ojera seolah jadi bukti: ketika sebuah desa memperhatikan perlindungan anak, semua warga merasakan manfaatnya. [rt/em]