Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jumat (5/5), mengatakan bursa karbon akan diluncurkan pada paruh kedua tahun ini sebagai bagian upaya mendorong penggunaan energi terbarukan dan mencapai emisi nol karbon pada 2060.
Indonesia adalah salah satu penghasil karbon terbesar di dunia dan berupaya memangkas emisi gas rumah kaca sebesar lebih dari 30 persen pada 2030.
“Kami bersiap untuk meluncurkan bursa karbon…untuk mendukung pensiun dini pembangkit batu bara,” kata Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, Jumat (5/5).
Awal pekan ini, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan hanya entitas yang beroperasi di Indonesia yang diizinkan untuk melakukan perdagangan karbon di bursa. Skema perdagangan karbon akan mirip dengan perdagangan saham.
Mahendra mengatakan OJK dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup akan mengawasi perdagangan di bursa karbon.
Menurut salinan regulasi perdagangan karbon, bursa karbon akan menerapkan sistem cap-and-trade yang membatasi tingkat polusi dan kuota nantinya bisa diperdagangkan antara entitas bisnis.
Indonesia pada awalnya berencana menerapkan pajak karbon untuk emisi yang belum dikompensasi oleh kredit karbon. Namun rencana itu ditunda dengan alasan kondisi ekonomi global yang kurang baik.
Pada Februari, pemerintah meluncurkan fase pertama perdagangan karbon wajib bagi hampir seratusan pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Lebih dari separuh listrik di Indonesia dihasilkan oleh PLTU. [ft/ah]