Ombudsman: Persyaratan Penerimaan CPNS Tidak Boleh Diskriminatif

  • Fathiyah Wardah

Lebih dari 6.000 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mengikuti Presidential Lecture Ke- 2 Tahun 2019, 24 Juli 2019 di Jakarta. (Foto: Setneg)

Ombudsman mengingatkan kepada kementerian/lembaga agar persyaratan dalam penerimaan CPNS tidak diskriminatif karena berdasarkan Undang-undang, setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Menjelang berakhirnya tahun 2019 ini pemerintah telah membuka lowongan bagi lebih dari 197.000 calon pegawai negeri sipil.

Tapi sayang, Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang berlangsung sejak 11 November itu diwarnai sejumlah kebijakan yang diskriminatif dalam proses perekrutan bagi penyandang disabilitas, transgender dan juga adanya pelarangan keikutsertaan bagi perempuan hamil.

Dalam perekrutan ada persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh CPNS seperti status kewarganegaraan, usia, jenjang pendidikan, tidak pernah melakukan tindak pidana, tidak pernah menjadi pengurus partai politik, dan sehat jasmani-rohani.

Namun ternyata persyaratan tidak berhenti sampai disitu. Sejumlah kementerian dan lembaga juga mencantumkan sejumlah persyaratan lain. Di situs rekrutmen CPNS Kejaksaan Tahun 2019 misalnya, semua jabatan yang dibuka mengharuskan pelamar tidak buta warna, tidak cacat mental, tidak bertato dan bertindik, serta tidak memiliki 'kelainan orientasi seks' (transgender).

Di Kementerian Pertahanan, ada larangan mendaftar bagi wanita hamil.

Sementara di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, CPNS perempuan dan laki-laki disyaratkan tidak bertato atau memiliki bekas tato dan tidak ada tindik atau bekas tindik di anggota tubuh lain di telinga, kecuali yang disebabkan oleh ketentuan agama atau adat.

Ombudsman : Ada Kementerian Yang Revisi Syarat Rekrutmen, Banyak yang Tidak

Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, mengatakan lembaganya telah membentuk tim khusus terkait persoalan rekrutmen ini. Ombudsman juga telah secara terus menerus mengingatkan kepada kementerian/lembaga agar persyaratan dalam penerimaan CPNS tidak diskriminatif dan harus melakukan perbaikan, karena berdasarkan undang-undang, setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Dari sejumlah kementrian yang ada, Kementian Perdagangan, kata Ninik, telah merevisi atau menghapus aturan yang melarang transgender untuk ikut dalam penerimaan CPNS. Namun ia juga mengakui masih ada kementerian/lembaga yang membuat aturan rekrutmen tersendiri.

Terkait adanya pelarangan transgender dalam penerimaan pegawai negeri sipil, Ninik mengatakan gender di kartu identitas hanya dua, laki-laki dan perempuan. Jika membuat persyaratan tidak boleh transgender ikut dalam penerimaan PNS, bagaimana membuktikan seseorang transgender. Untuk itu apabila pelarangan ini dilakukan maka akan memicu ketidakpastian atau akan ada subjektifitas penilaian terhadap seseorang.

“Pekerjaan itu sifatnya inklusif bisa berlaku untuk siapa saja, tidak boleh eksklusif begitu, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Tentu Ombudsman tidak bisa langsung. Peran dari Kemenpan-RB (Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.red) untuk melakukan pengawasan dan memberikan atensi kepada kementerian/lembaga yang sampai hari ini masih dalam penerimaan CPNS ini membuat persyaratan atau kualifikasi yang berpotensian mendiskriminasi calon”jelas Ninik.

Pada lembar Seleksi Penerimaan CPNS di hampir semua kementerian mencantumkan empat jalur masuk: umum, cumlaude, disabilitas, dan putra/putri Papua. Sebelumnya kelompok disabilitas tidak boleh mengikuti seleksi melalui jalur umum tetapi jalur disabilitas. Menurut Ninik, ini jelas diskriminatif.

Cegah Diskriminasi Rekrutmen CPNS, Kemenpan-RB Keluarkan Peraturan Menteri

Adanya desakan dari sejumlah kalangan termasuk Ombudsman, akhirnya membuat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengeluarkan peraturan menteri yang meminta kepada kementerian/lembaga kabupaten/kota untuk membuka formasi umum dan juga disabilitas bagi kelompok disabilitas. Persyaratan bagi kelompok disabilitas yang sebelumnya juga telah direvisi.

PPDI Apresiasi Revisi Syarat Rekrutmen CPNS Bagi Penyandang Disabilitas

Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Mahmud Fasa mengapresiasi langkah Menteri PAN-RB tersebut. Menurutnya jika melihat persyarat awal untuk kelompok disabilitas, seolah pemerintah masih setengah hati mau menerima kelompok disabilitas untuk menjadi PNS.

Persyaratannya seperti mampu melihat, bisa membedakan warna, mendengar, dan berbicara dengan baik, mampu melakukan tugas seperti menganalisa, menyampaikan buah pikiran, mengetik, dan berdiskusi. Serta mampu berjalan dengan atau tanpa menggunakan alat bantu selain kursi roda.

Menurut Mahmud Fasa, persyaratan tersebut mustahil dipenuhi kelompok disabilitas tuli, buta, bisu, atau disabilitas daksa. Kalaupun terpenuhi, hanya ditujukan kepada disabilitas daksa dengan kondisi tertentu.

“Jadi kalau yang pertama itu, pemerintah masih kurang peduli pada disabilitas. Masih banyak dibatasi dengan persyaratan-persyaratan yang seakan-akan bukan sumber daya yang dibutuhkan tapi fisik yang dibutuhkan. Kalau begini berarti bohong pemerintah, membuka lapangan kerja untuk disabilitas tetapi persyaratannya diskriminasi,” kata Mahmud Fasa.

Lebih lanjut Mahmud Fasa mengungkapkan dalam aturannya sebenarnya setiap kementerian dan BUMN harus menerima disabilitas sebesar dua persen dari jumlah karyawan yang diterima. Tapi kenyataannya jumlah itu tidak terakomodir, paling di satu kementerian hanya ada satu orang.

Mahmud juga menyayangkan tidak adanya sanksi bagi kementerian/lembaga yang tidak memenuhi quota dua pesen itu.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menyatakan setiap kementerian memiliki kriteria masing-masing untuk sistem kepegawaiannya. Dia mengaku tes CPNS ini memiliki persyaratan sesuai dengan bidang masing-masing.

Tjahjo juga mengatakan terdapat persyaratan bagi pemerintah untuk menerima disabilitas minimal dua persen pada CPNS. [fw/em]