Pihak oposisi yang menentang Presiden Mesir Mohammed Morsi terus bergerak dengan menandatangani petisi melawan Morsi dan merencanakan protes massal akhir bulan ini.
KAIRO —
Bagi banyak rakyat Mesir, tahun pertama sejak Mohammed Morsi menjadi presiden pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu adalah sebuah kegagalan. Setelah setahun kemunduran ekonomi, kelangkaan energi dan air, lemahnya keamanan dan apa yang dilihat beberapa pihak sebagai agenda otoriter, eksklusif dan Islamis – kini mereka ingin berbuat sesuatu.
Diseluruh negara itu, para aktivis dari kampanye Tamarod – atau Pemberontak – mengumpulkan tanda tangan yang menyatakan hilangnya kepercayaan terhadap Presiden Morsi dan menuntut pemilu dini.
Beberapa pihak melihat kampanye itu – serta rencana demonstrasi tanggal 30 Juni – sebagai latihan demokrasi.
May Wahba, ketua bagian media kampanye Tamarod, mengakui bahwa Presiden Morsi terpilih secara demokratis. Tetapi ia berpendapat Morsi tidak lagi sah setelah ia memberi dirinya sejumlah wewenang besar baru akhir tahun lalu.
Wahba mengatakan para aktivis anti-Morsi ingin menggunakan cara demokratis yang sama seperti ketika ia terpilih untuk mendorongnya mundur. Ia mengacu pada Pasal 1 konstitusi, yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat.
Anggota Komite Pusat Tamarod, Sayed Gharib, memiliki argumen berbeda dan mengatakan kampanye itu tidak punya dasar hukum. Tetapi ia berpendapat Morsi telah mengkhianati semangat revolusi Januari 2011 dan ratusan orang yang meninggal akibat pergolakan itu.
Gharib mengatakan revolusi itu membawa Morsi ke kursi kepresidenan, tetapi “legalitas surat suara dan legalitas konstitusi tidak mengalahkan darah para martir.”
Para aktivis Tamarod mengatakan telah mengumpulkan tandatangan sekitar 15 juta orang, lebih dari jumlah orang yang memilih Morsi tahun lalu.
Para pemimpin Tamarod tidak tahu berapa banyak penandatangan petisi itu yang akan ikut berdemonstrasi. Mereka juga ragu Presiden Morsi akan menuruti tuntutan mereka, bahkan jika jutaan orang turun ke jalan-jalan.
Presiden Morsi menyebut rencana demonstrasi itu kontra-revolusioner, dan ia akan menanggapinya dengan “tegas.” Para pendukung pemerintah juga merencanakan demonstrasi sendiri.
Diseluruh negara itu, para aktivis dari kampanye Tamarod – atau Pemberontak – mengumpulkan tanda tangan yang menyatakan hilangnya kepercayaan terhadap Presiden Morsi dan menuntut pemilu dini.
Beberapa pihak melihat kampanye itu – serta rencana demonstrasi tanggal 30 Juni – sebagai latihan demokrasi.
May Wahba, ketua bagian media kampanye Tamarod, mengakui bahwa Presiden Morsi terpilih secara demokratis. Tetapi ia berpendapat Morsi tidak lagi sah setelah ia memberi dirinya sejumlah wewenang besar baru akhir tahun lalu.
Wahba mengatakan para aktivis anti-Morsi ingin menggunakan cara demokratis yang sama seperti ketika ia terpilih untuk mendorongnya mundur. Ia mengacu pada Pasal 1 konstitusi, yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat.
Anggota Komite Pusat Tamarod, Sayed Gharib, memiliki argumen berbeda dan mengatakan kampanye itu tidak punya dasar hukum. Tetapi ia berpendapat Morsi telah mengkhianati semangat revolusi Januari 2011 dan ratusan orang yang meninggal akibat pergolakan itu.
Gharib mengatakan revolusi itu membawa Morsi ke kursi kepresidenan, tetapi “legalitas surat suara dan legalitas konstitusi tidak mengalahkan darah para martir.”
Para aktivis Tamarod mengatakan telah mengumpulkan tandatangan sekitar 15 juta orang, lebih dari jumlah orang yang memilih Morsi tahun lalu.
Para pemimpin Tamarod tidak tahu berapa banyak penandatangan petisi itu yang akan ikut berdemonstrasi. Mereka juga ragu Presiden Morsi akan menuruti tuntutan mereka, bahkan jika jutaan orang turun ke jalan-jalan.
Presiden Morsi menyebut rencana demonstrasi itu kontra-revolusioner, dan ia akan menanggapinya dengan “tegas.” Para pendukung pemerintah juga merencanakan demonstrasi sendiri.