Kelompok oposisi Turki menuduh pemerintah menutup mata terhadap kegiatan militan Islam yang berpangkalan di Turki.
Kelompok oposisi politik Turki menuduh bahwa pemerintah Turki menutup mata terhadap militan Islam yang berpangkalan di Turki yang kini menyeberangi perbatasan untuk bergabung dengan kelompok oposisi yang memerangi pemerintahan al-Assad di Suriah.
Mehmet Ali Edipoglu, wakil kelompok oposisi Peoples Republic Party di parlemen untuk Hatay, kota utama di Provinsi Antakya yang berbatasan dengan Suriah, mengatakan bahwa meski tidak keberatan dengan operasi para pemberontak Suriah dari kawasan itu, dalam beberapa bulan terakhir ini ia mengkhawatirkan masuknya pejuang-pejuang baru ke kawasan itu.
Edipoglu mengatakan bahwa para militan yang datang dari Libya, Chechnya, Afghanistan, dan negara-negara lain di Afrika ditempatkan di Hatay, dan mereka mengatakan berada di sana untuk melawan Suriah, untuk melakukan jihad, dan mengembalikan hukum syariah.
Edipoglu menambahkan bahwa mereka semua secara terbuka mengatakan bahwa mereka adalah Al-Qaida, dan telah terjadi beberapa insiden pertempuran kecil antara kelompok ini dan warga setempat di Hatay. Edipoglu mengatakan banyak warga yang kini memiliki senjata untuk melindungi diri mereka. Lebij hauh, ia juga mengatakan telah berbicara dengan gubernur dan polisi beberapa kali dan mereka mengatakan kepadanya mereka masih mengawasi para militan ini.
Penduduk di kawasan Antakya adalah campuran warga Suni, Kristen, dan Alawit. Kawasan ini juga memiliki jumlah penduduk sekuler yang kuat.
Dalam kunjungannya ke Istanbul awal bulan ini Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton menyuarakan keprihatinan tentang kehadiran unsur-unsur Islam radikal di antara para pemberontak Suriah, khususnya yang berpotensi terkait Al-Qaida.
“Kami khawatir tentang para teroris, PKK, dan Al-Qaida serta pihak-pihak lain yang mengambil manfaat dari perlawanan rakyat Suriah,” ujar Clinton.
Meskipun kekhawatiran itu dibahas dalam pertemuan-pertemuan antara para pejabat Turki dan Amerika pekan ini di Ankara, Edipoglu mengatakan pihak berwenang di Turki menutup mata akan adanya kelompok-kelompok radikal Islam dalam kelompok pejuang Suriah yang berpangkalan di Turki.
Edipoglu mengatakan bentrokan besar baru-baru ini terjadi di sekitar perbatasan Turki dengan Suriah. Ia menuturkan bahwa setiap hari apa yang disebut sebagai militan-militan Al-Qaeda dijemput dari rumah-rumah mereka dan dikirim dengan bis ke Antakya. Setiap pagi dan malam 40 hingga 50 bis berangkat ke Suriah dan mereka bertempur di sana, kemudian kembali lagi, dan ini terjadi setiap hari, dan pihak berwenang di Turki menyediakan bis, bahkan mengawal mereka, tambahnya.
Tetapi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Selcuk Unal, menyangkal adanya dukungan semacam itu yang diberikan kepada kelompok pejuang apapun di Suriah. Ia mengatakan ada kekhawatiran tentang ancaman masuknya unsur-unsur Al-Qaida ke Suriah, tetapi, katanya, tidak terlalu banyak hal yang bisa dilakukan Turki.
“Kami tidak memiliki bukti kuat tentang adanya orang-orang yang datang dari Turki atau negara-negara lain, tetapi tentunya kami ingin mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah memuncaknya kekerasan apapun. Tetapi, panjang perbatasan ini 900 kilometer, dan pihak berwenang di perbatasan melakukan apa yang bisa mereka lakukan,” paparnya.
Pada masa silam Turki memiliki pengalaman pahit dengan Al-Qaida.
Tahun 2003 sebuah faksi Al-Qaeda meledakkan bom mobil di seluruh kota Istanbul menarget sinagoga, konsulat Inggris, dan kantor pusat sebuah bank. Enam puluh tujuh orang tewas dan lebih dari 700 lainnya cedera.
Para pakar mengatakan banyak anggota Al-Qaeda ini yang melarikan diri ke kota-kota perbatasan Turki setelah kalah dalam perang yang dipimpin Amerika di Irak.
Mehmet Ali Edipoglu, wakil kelompok oposisi Peoples Republic Party di parlemen untuk Hatay, kota utama di Provinsi Antakya yang berbatasan dengan Suriah, mengatakan bahwa meski tidak keberatan dengan operasi para pemberontak Suriah dari kawasan itu, dalam beberapa bulan terakhir ini ia mengkhawatirkan masuknya pejuang-pejuang baru ke kawasan itu.
Edipoglu mengatakan bahwa para militan yang datang dari Libya, Chechnya, Afghanistan, dan negara-negara lain di Afrika ditempatkan di Hatay, dan mereka mengatakan berada di sana untuk melawan Suriah, untuk melakukan jihad, dan mengembalikan hukum syariah.
Edipoglu menambahkan bahwa mereka semua secara terbuka mengatakan bahwa mereka adalah Al-Qaida, dan telah terjadi beberapa insiden pertempuran kecil antara kelompok ini dan warga setempat di Hatay. Edipoglu mengatakan banyak warga yang kini memiliki senjata untuk melindungi diri mereka. Lebij hauh, ia juga mengatakan telah berbicara dengan gubernur dan polisi beberapa kali dan mereka mengatakan kepadanya mereka masih mengawasi para militan ini.
Penduduk di kawasan Antakya adalah campuran warga Suni, Kristen, dan Alawit. Kawasan ini juga memiliki jumlah penduduk sekuler yang kuat.
Dalam kunjungannya ke Istanbul awal bulan ini Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton menyuarakan keprihatinan tentang kehadiran unsur-unsur Islam radikal di antara para pemberontak Suriah, khususnya yang berpotensi terkait Al-Qaida.
“Kami khawatir tentang para teroris, PKK, dan Al-Qaida serta pihak-pihak lain yang mengambil manfaat dari perlawanan rakyat Suriah,” ujar Clinton.
Meskipun kekhawatiran itu dibahas dalam pertemuan-pertemuan antara para pejabat Turki dan Amerika pekan ini di Ankara, Edipoglu mengatakan pihak berwenang di Turki menutup mata akan adanya kelompok-kelompok radikal Islam dalam kelompok pejuang Suriah yang berpangkalan di Turki.
Edipoglu mengatakan bentrokan besar baru-baru ini terjadi di sekitar perbatasan Turki dengan Suriah. Ia menuturkan bahwa setiap hari apa yang disebut sebagai militan-militan Al-Qaeda dijemput dari rumah-rumah mereka dan dikirim dengan bis ke Antakya. Setiap pagi dan malam 40 hingga 50 bis berangkat ke Suriah dan mereka bertempur di sana, kemudian kembali lagi, dan ini terjadi setiap hari, dan pihak berwenang di Turki menyediakan bis, bahkan mengawal mereka, tambahnya.
Tetapi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Selcuk Unal, menyangkal adanya dukungan semacam itu yang diberikan kepada kelompok pejuang apapun di Suriah. Ia mengatakan ada kekhawatiran tentang ancaman masuknya unsur-unsur Al-Qaida ke Suriah, tetapi, katanya, tidak terlalu banyak hal yang bisa dilakukan Turki.
“Kami tidak memiliki bukti kuat tentang adanya orang-orang yang datang dari Turki atau negara-negara lain, tetapi tentunya kami ingin mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah memuncaknya kekerasan apapun. Tetapi, panjang perbatasan ini 900 kilometer, dan pihak berwenang di perbatasan melakukan apa yang bisa mereka lakukan,” paparnya.
Pada masa silam Turki memiliki pengalaman pahit dengan Al-Qaida.
Tahun 2003 sebuah faksi Al-Qaeda meledakkan bom mobil di seluruh kota Istanbul menarget sinagoga, konsulat Inggris, dan kantor pusat sebuah bank. Enam puluh tujuh orang tewas dan lebih dari 700 lainnya cedera.
Para pakar mengatakan banyak anggota Al-Qaeda ini yang melarikan diri ke kota-kota perbatasan Turki setelah kalah dalam perang yang dipimpin Amerika di Irak.