Sekitar 50 orang termasuk seorang wartawan dari kantor berita AFP, ditahan oleh polisi di Istanbul pada hari Minggu (17/3), di sela-sela perayaan Tahun Baru Kurdi, kata para saksi.
Wartawan video AFP, Eylul Yasar, sedang bersiap untuk mengambil gambar perayaan Tahun Baru Kurdi, ketika dia ditangkap di sebuah pos pemeriksaan, kata wartawan dan pengacara di tempat kejadian.
Ia akhirnya dibebaskan setelah diborgol dan ditahan oleh polisi selama lebih dari enam jam, bersama 14 orang lainnya yang dikurung di dalam sebuah mobil yang sama.
Yasar mengatakan, ia ditangkap dan dibawa dengan mobil polisi setelah menolak penggeledahan tubuh yang "tidak pantas" dan "brutal."
Ia mengaku bahwa dirinya dan orang-orang yang ditahan di mobilnya, menerima penghinaan dari polisi, yang menyebut mereka sebagai "kotoran babi, teroris, pengkhianat."
Dua wartawan dari situs berita Bianet yang merekam penangkapan itu mengatakan bahwa mereka dipukuli dan dilempar ke tanah oleh polisi.
Kantor berita AFP menyatakan penyesalan atas penahanan wartawan Eylul Yasar yang melaksanakan tugasnya.
BACA JUGA: Turki Intensifkan Operasi Militer di Perbatasan, Irak Kirim Pasukan"Meskipun menyambut baik pembebasannya, AFP menyerukan kepada pihak berwenang Turki agar menghormati hak-hak wartawan dan memperlakukan mereka dengan hormat," tulis kantor berita tersebut dalam pernyataannya.
Erol Onderoglu, koresponden kelompok media hak asasi Reporters Without Borders (RSF) di Turki, mengecam "penangkapan sewenang-wenang terhadap Yasar, yang menghalanginya menjalankan tugasnya."
Sebelumnya ia mengatakan sekitar 50 orang yang datang untuk menghadiri perayaan itu, yang biasanya menampilkan tarian tradisional dan api unggun besar, juga ditangkap di lokasi tersebut.
Seorang fotografer AFP mengatakan, acara api unggun itu akhirnya dibatalkan.
Banyak warga Kurdi, yang jumlahnya mencapai seperlima dari total penduduk Turki yang berjumlah sekitar 85 juta jiwa, mengatakan mereka mengalami diskriminasi yang amat keras di negara itu.
Mantan tokoh utama partai utama proKurdi, Selahattin Demirtas, dipenjara pada tahun 2016 dengan tuduhan "propaganda teroris." Sementara lebih dari seratus wali kota di wilayah Kurdi mengalami pembatalan pemilu, pada pemilu kota terakhir tahun 2019. [ps/ka]