Pakar: Kepulauan Mentawai Tidak Layak Huni

  • Nurhadi Sucahyo

Pengungsi korban gempa dan tsunami di Mentawai (foto: 2 November). Pusat Studi Bencana UGM menyebut Kepulauan Mentawai tidak layak menjadi permukiman.

Isu relokasi warga Mentawai gencar dibicarakan, karena menurut para ahli, daerah ini beresiko besar kembali terhantam gempa dan tsunami di masa yang akan datang.

Kepulauan Mentawai saat ini sedang dalam periode gerakan patahan, sehingga pada masa yang akan datang ada kemungkinan akan terus terjadi gempa dan tsunami. Hal ini dipaparkan peneliti Geologi Kelautan dan Tsunami, dari Balai Pengkajian Dinamika Pantai, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Reno Arief Rachman yang belum lama ini melakukan penelitian di Mentawai.

Menurut Reno Arief Rachman, pulau-pulau di Mentawai adalah dasar laut yang muncul di permukaan karena adanya tumbukan lempeng-lempeng bumi. Lempeng bumi itu masih akan terus bertumbukan, yang kemudian menimbulkan gempa berpotensi tsunami.

“Mentawai itu bukan kepulauan, itu adalah dasar laut yang diangkat ke atas. Jadi, warga yang tingal disitu adalah warga yang tinggal di patahan-patahan. Patahan naik itu menyebabkan tsunami. Pulau Mentawai itu adalah patahan. Gempa itu terjadi di patahan, di mana ada patahan aktif, di situ akan terus terjadi gempa. Jadi, sebenarnya Mentawai itu sekarang dalam proses pengangkatan ke atas,” jelas Reno Arief Rachman.

Karena itulah, setelah gempa dan tsunami 25 Oktober 2010 lalu, daratan Mentawai mengalami kenaikan rata-rata satu meter. Pantai berpasir hilang dan berubah menjadi pantai berkarang.

Seorang anak korban tsunami di Sumatra Barat. Wilayah Mentawai dinyatakan masih rawan gempa dan tsunami.

Pertanyaannya kemudian adalah, haruskan warga Kepulauan Mentawai pindah ke kawasan lain?

Pakar penanganan bencana yang juga Kepala Pusat Studi Bencana UGM, Dr. Junun Sartohari menilai, secara ilmiah, kepulauan Mentawai memang seharusnya tidak ditinggali. Namun, secara sosial, relokasi warga Mentawai ke kawasan lain bukanlah persoalan sederhana.

“Kalau (pertanyaannya) apakah itu harus relokasi, sebenarnya kalau secara scientific, harus. Tetapi secara sosial perlu kita sadarkan bersama, bahwa kalau secara sosial itu memaksa tidak harus, artinya boleh ditempati, harus juga menyertakan upaya–upaya apa untuk mengurangi bahaya itu. Misalnya membangun sea wall atau tembok sepanjang pantai. Yang kedua masyarakatnya harus tahu, saya berada di daerah rawan tsunami,” ungkap Dr. Junun Sartohadi.

Dalam kasus Mentawai, baik Dr. Junun Sartohadi maupun Reno Arief Rachman sama-sama menilai, bahwa relokasi memang tidak harus dilakukan. Namun, pemerintah harus menerapkan teknologi deteksi tsunami yang lebih canggih, sehingga warga dapat diperingatkan lebih dini ketika bencana terjadi. Selain itu, warga harus dipersiapkan untuk menghadapi bencana, seperti mengadakan pelatihan bencana, menetapkan jalur evakuasi dan memilih zona-zona aman.