Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, mengatakan efektivitas PPKM Darurat sejauh ini belum terlihat. Hal tersebut tercermin dari jumlah kasus COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir yang malah mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 16 Juli 2021, kasus aktif COVID-19 mencapai 504.915 orang, baik yang menjalani isolasi mandiri maupun dirawat di rumah sakit. Sedangkan, angka suspek COVID-19 mencapai 226.551 orang.
"Nah dari situasi yang ada itu, untuk efektivitas PPKM Darurat memang sama sekali belum dapat dilihat dari angka tersebut. Jadi kalau kita mampu mengevaluasi itu, baru bisa dilihat seminggu ke depan berkaitan dengan efektivitas PPKM Darurat," kata Hermawan dalam diskusi daring Jalan Terjal PPKM Darurat, Sabtu (17/7).
Hermawan menuturkan banyak pihak menganggap PPKM Darurat sudah terlihat efektif karena merujuk pada turunnya mobilitas masyarakat, seperti di wilayah DKI Jakarta.
"Tapi itu adalah variabel proksi perilaku mobilitas. Bukan variabel epidemiologi," ucapnya.
Dalam beberapa hari ke depan, kata Hermawan, kasus positif COVID-19 diprediksi masih akan mengalami peningkatan. Bahkan, kasus positif diperkirakan akan memecahkan rekor harian kembali.
"Apakah besok, lusa, dan seterusnya angka-angka akan naik? Akan terus naik dan memecahkan rekor-rekor lagi karena kasus aktif kita luar biasa," ujar Hermawan.
BACA JUGA: PPKM Diperpanjang Sampai Akhir Bulan JuliBerkaca pada jumlah kasus COVID-19 tersebut, PPKM Darurat dinilai sama sekali belum menunjukkan efektivitasnya. Memperpanjang PPKM Darurat adalah salah satu pilihan yang harus dilakukan pemerintah.
"Sebab tidak ada pilihan, harapan kami kalau memilih itu hanya dua memperpanjang PPKM Darurat menunggu waktu begitu lama agar dapat dampaknya atau lockdown regional yang memang dari awal. Kami cuma menyarankan dua hingga tiga minggu. Jadi itu pun dilakukan dengan menyeluruh di Pulau Jawa," kata Hermawan.
Sementara, anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Daulay, menilai ada sejumlah catatan dalam penerapan PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali yang telah genap dilaksanakan selama dua pekan sejak 3 Juli 2021.
"Yang perlu kita perhatikan adalah soal penerapan daripada PPKM Darurat kelihatannya belum tersosialisasi secara baik di awal. Keputusan untuk menerapkan PPKM Darurat itu saya kira sedikit cepat karena itu masyarakat belum sepenuhnya memahami apa bedanya dengan PPKM Mikro yang sudah diterapkan sebelumnya," katanya yang juga hadir dalam diskusi daring tersebut.
Lanjutnya, PPKM Darurat telah menimbulkan beberapa perdebatan di kalangan masyarakat. Misalnya, penyekatan justru menyebabkan kemacetan yang berujung dengan menimbulkan kerumunan.
"Jadi itu saya kira beberapa sempat bermasalah," ucap Saleh.
Menurut Saleh kebijakan yang diterapkan pemerintah seharusnya disosialisasikan dahulu terkait dengan PPKM Darurat. Sosialisasi itu setidaknya akan berpengaruh terhadap kepatuhan masyarakat soal PPKM Darurat
"Memang di dalam melihat PPKM Darurat ini implikasinya luas. Terutama dari sisi ekonomi, masih banyak sekali masyarakat yang belum siap untuk menerapkan PPKM Darurat," ujarnya.
BACA JUGA: Klaster Keluarga Menjadi Penyumbang Kasus COVID-19 TertinggiMenurut sosiolog dari Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmin, PPKM Darurat sebenarnya bukan sekadar aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Tapi PPKM Darurat ini untuk keselamatan dan kepentingan bersama," katanya.
Namun, pemerintah dinilai masih banyak memiliki catatan salah satunya tentang bagaimana informasi soal PPKM Darurat bisa diakses oleh seluruh masyakat.
"Kita belum punya sistem informasi terpadu tentang COVID-19, mudah dan simpel yang bisa diakses masyarakat," pungkas Daisy. [aa/ah]