Para pakar yang didukung PBB, yang menyusun laporan kondisi hak asasi manusia di Iran, mengecam kematian Mahsa Amini (22 tahun) yang “melanggar hukum” saat berada dalam tahanan pihak berwenang. Mereka juga menyebut kematian Amini 18 bulan lalu yang memicu unjuk rasa besar-besaran disebabkan oleh “kekerasan fisik.”
Para pakar menyampaikan laporan mereka hari Senin (18/3) di hadapan Dewan HAM yang didukung PBB, yang menugaskan para pakar, untuk membantu menegakkan hak asasi manusia di republik Islam itu, di mana pelanggaran HAM seperti eksekusi mati, penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang telah menuai kritik.
“Melalui penyelidikan dan analisis terhadap bukti medis, serta dengan mengamati pola yang ada, kami menemukan bahwa kematian Jina Mahsa dalam tahanan melanggar hukum – dan kematiannya disebabkan oleh kekerasan fisik yang terjadi dalam tahanan otoritas negara,” kata Sara Hossain, ketua misi pencari fakta di Iran, pada konferensi pers di kantor PBB di Jenewa.
Dalam sidang dewan hari Senin itu, utusan penting Iran mengecam misi pencari fakta atas sebuah “sandiwara” dan berkukuh menyebut tim pimpinan Hossain itu dibentuk melalui lobi dan “kongkalikong beberapa negara Barat.”
BACA JUGA: Dua Wartawan Iran yang Dipenjara karena Beritakan Kematian Mahsa Amini Dibebaskan dengan Jaminan“Sebaliknya, meskipun mengklaim bahwa mereka berupaya melakukan penyelidikan yang cermat untuk mengungkap kebenaran, misi yang disebut pencari fakta ini justru telah mengungkapkan agenda mereka yang sebenarnya melalui penerbitan laporan yang tidak sah dan tidak profesional,” kata Kazem Gharib Abadi, sekretaris jenderal Majelis Tinggi HAM Iran.
Saat ditanya mengenai kritik yang dilontarkan pejabat Iran, Hossain mengatakan dirinya “tentu saja kecewa mendengar pemerintah Iran mengatakan lagi pagi ini bahwa mereka merasa kami bersikap bias dan dilatarbelakangi motif politik, serta bertindak atas perintah negara-negara tertentu.”
Ia mengatakan, misi itu telah menerima sekitar 27.000 barang bukti dan melakukan 134 wawancara “mendalam” di dalam dan luar Iran, terlepas dari minimnya kerja sama pemerintah Iran, yang tidak mengizinkan para pakar memasuki negara itu.
Misi pencari fakta itu ditugaskan oleh Dewan HAM dan terdiri dari pakar-pakar independen.
Shaheen Sardar Ali, salah satu anggota misi itu, memohon komunitas internasional untuk terus memberikan fokus pada pelanggaran HAM di Iran.
“Penindasan di kalangan perempuan, laki-laki, minoritas etnik dan agama di Iran, yang berusaha membuat perubahan dan memperjuangkan keadilan, masih berlangsung,” kata Ali. [rd/lt]