Persenjataan Rusia yang digunakan di Ukraina juga membunuh orang-orang di Myanmar, ungkap seorang pakar independen PBB pada Rabu (26/10), di mana ia mendesak negara-negara untuk membentuk sebuah koalisi, seperti yang mereka lakukan di Moskow atas Ukraina, untuk menarget dan menekan junta militer Myanmar.
Myanmar telah berada dalam krisis sejak pihak militer negara itu menggulingkan pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 lalu, menahan Suu Kyi dan sejumlah pejabat lainnya, serta melancarkan aksi penindasan yang mematikan terhadap berbagai aksi unjuk rasa dan oposisi lainnya.
Dewan Keamanan PBB telah lama terpecah pada isu Myanmar, di mana para diplomat mengatakan China dan Rusia kemungkinan akan melindungi junta dari tindakan keras yang ditargetkan padanya. Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mengatakan koalisi negara-negara itu seharusnya menarget junta dengan sanksi dan embargo senjata.
“Masyarakat internasional harus mengoordinasikan upaya mereka untuk menarget mereka [junta militer Myanmar] dan kemudian bekerja sama untuk menerapkan langkah-langkah ini,” kata Andrews kepada wartawan di New York. “Sekarang hal itu tidak dilakukan. Bukan karena kita tidak tahu caranya. Kita tahu caranya. Jika Anda ingin pedoman, lihat saja Ukraina.”
AS dan Eropa telah mengoordinasikan penerapan sanksi mereka terhadap Rusia semenjak Moskow menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu.
“Beberapa jenis senjata yang digunakan untuk membunuh orang-orang di Ukraina juga digunakan untuk membunuh orang-orang Myanmar. Dan itu semua berasal dari sumber yang sama – semua dari Rusia,” kata Andrews.
Setelah Andrews memberikan pengarahan kepada komite HAM Majelis Umum PBB pada Rabu, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Gennady Kuzmin mempertanyakan laporannya, dengan mengatakan bahwa laporan itu “sering kali tidak didukung fakta.”
“Bukan atas kehendak Anda senjata siapa yang membunuh warga sipil, warga lansia, perempuan, anak-anak di seluruh dunia. Anda sudah ditunjuk sebagai Pelapor Khusus untuk Myanmar, maka tanganilah Myanmar, bukannya Ukraina,” kata Kuzmin kepada komite itu.
Bulan lalu, Inggris mengusulkan rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB kepada badan beranggota 15 negara itu untuk menuntut pengakhiran kekerasan di Myanmar, mengancam pemberian sanksi PBB dan seruan kepada junta untuk membebaskan semua tahanan politik, termasuk Suu Kyi. Rancangan resolusi yang sudah direvisi diedarkan ke dewan pekan ini.
Belum jelas kapan pemungutan suara atas rancangan resolusi itu akan dilakukan. Untuk lolos, suatu resolusi harus mendapatkan sembilan suara dukungan tanpa satu pun veto dari China, Rusia, AS, Prancis atau Inggris.
Andrews juga mengecam Malaysia karena mendeportasi puluhan warga negara Myanmar, dengan mengatakan, “menurut saya, mereka akan menghadapi penyiksaan dan kemungkinan besar eksekusi mati.” Pihak berwenang Malaysia belum menanggapi permohonan untuk berkomentar.
“Jujur saya akan terkejut jika mereka masih hidup sekarang,” kata Andrews kepada wartawan. “Ini keterlaluan. Ini tidak dapat diterima dan ini merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.” [rd/jm]