Pakar Peringatkan Potensi Tsunami Susulan di Selat Sunda

Gambar dari media sosial tampak kolom abu membubung dari erupsi Gunung Anak Krakatau, 23 Desember 2018. (Foto: Susi Air via Reuters)

Beberapa kawasan pesisir Selat Sunda diterjang tsunami mematikan tanpa peringatan, Sabtu (22/12). Kombinasi gelombang pasang dan erupsi Gunung Anak Krakatau menjadi penyebab tsunami yang menewaskan lebih dari 200 orang. Sejauh mana potensi tsunami susulan?

Para pakar, Minggu (23/12), mengingatkan potensi tsunami susulan masih mengancam Indonesia, sehari setelah tsunami, yang kemungkinan diakibatkan letusan Gunung Anak Krakatau, menewaskan lebih dari 200 orang, kantor berita AFP melaporkan.

- Apa penyebab tsunami? -

Tsunami “tampaknya disebabkan oleh longsoran bagian Gunung Anak Krakarau di dalam laut, kata David Rothery dari Open University di Inggris.

Anak Krakatau adalah pulau baru yang terbentuk pada 1928 dari kawah yang ditinggalkan dari letusan dahsyat Gunung Krakatau pada 1883. Sebanyak 36 ribu orang meninggal akibat letusan itu.

Gunung api itu sudah aktif sejak Juni, kata Jacques-Marie Bardintzeff dari University of Paris-South.​

AFoto udara memperlihatkan bangunan-bangunan yang rusak di kawasan wisata Carita setelah kawasan itu diterjang tsunami akibat letusan Gunung Anak Krakatau, 23 Desember 2018.(Foto: AFP)

Tsunami yang menerjang pada Sabtu (22/12) adalah tsunami ketiga yang melanda Indonesia dalam enam bulan.

Terletak di “Cincin Api” Samudra Pasifik, Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif. Gempa bumi dan letusan gunung api sering kali terjadi.

BACA JUGA: Korban Tsunami Menjadi 281 Meninggal, 1.016 Luka

​- Mengapa tsunami mematikan? -

Anak Krakatau, yang terletak di Selat Sunda antara pulau Jawa dan pulau Sumatra, dekat dengan kawasan padat penduduk.

Meski tsunami akhir pekan termasuk kecil, Richard Teeuw dari University of Portsmouth di Inggris mengatakan: “Gelombang pasang seperti itu – yang membawa puing-puing, bisa mematikan untuk masyarakat pesisir, apalagi jika tidak ada peringatan.”

Bangunan-bangunan dan mobil-mobil yang rusak di Anyer, Serang, Minggu, 23 Desember 2018, setelah kawasan itu dilanda tsunami akibat letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu, 22 Desember 2018. (Foto: AFP)

Simon Boxall dari Southampton University menambahkan pasang purnama juga sedang terjadi di kawasan itu. “Dan tampaknya gelombang pasang menerjang beberapa kawasan pesisir di titik tertinggi gelombang pasang tinggi, hingga memperparah kerusakan.”

Selain itu, karena terjadi pada malam hari, banyak warga yang tidak siap.​

​- Mengapa tak ada peringatan? -

“Kita tak berdaya mengingat peristiwa terjadi tiba-tiba,” kata Bardintzeff. “Waktu antara penyebab dan dampak hanya puluhan menit. Ini waktu yang pendek untuk memperingkatkan penduduk.”

“Buoy peringatan diposisikan untuk memberikan peringatan tsunami dari gempa bumi pada batas lempeng tektonik,” kata Rothry.

“Meski ada buoy dekat Anak Krakatau, letaknya akan terlalu dekat dengan pesisir pantai yang terdampak hingga waktu peringatan akan minim mengingat kecepatan gelombang tsunami.”

Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sedang memperhatikan grafik peningkatan gelombang pasang menyusul tsunami yang menerjang Selat Sunda di Pelabuhan merak, Banten, 24 Desember 2018. (Foto: Antara Foto/Muhammad Adimaja/ via Reuters)

- Apakah ada potensi tsunami susulan? -

“Kemungkinan tsunami susulan di di Selat Sunda tetap tinggi selama Anak Krakatau berada pada fase aktif karena kemungkinan memicu longsor susulan dalam laut,” kata Teeuw.

BACA JUGA: Badan Geologi ESDM: Tsunami di Banten dan Lampung Belum Tentu Akibat Erupsi Gunung Anak Krakatau

Bardintzef juga memperingatkan bahwa “kita harus waspada sekarang karena gunung api itu (Anak Krakatau) sudah tidak stabil.”

Teeuw mengatakan survei sonar perlu dilakukan untuk memetakan dasar laut sekitar Gunung Anak Krakatau. Tapi “sayangnya, butuh berbulan-bulan untuk mengatur dan melaksanakan survei laut dalam,” tambah Teeuw.

Tapi “tsunami mematikan yang disebabkan oleh letusan-letusan gunung berapi sangat jarang terjadi. Salah satu yang paling terkenal (dan mematikan) disebabkan oleh letusan Krakatau pada 1883.” [ft]